Kamis, 18 September 2014

ANALISIS PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI KOTA PALEMBANG DITINJAU DARI PASAL 292 KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK



PROPOSAL PENELITIAN
ANALISIS PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI KOTA PALEMBANG DITINJAU DARI PASAL 292 KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK
1.1   Latar Belakang Masalah
Kota Palembang adalah ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang merupakan kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota Palembang memiliki luas wilayah 358,55 km² yang dihuni 1,7 juta orang dengan kepadatan penduduk 4.800 per km². Kota ini akan diwacanakan akan menjadi ibukota Indonesia. Diprediksikan pada tahun 2030 mendatang Kota ini akan dihuni 2,5 Juta orang[1]. Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 358,55 Km²  dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antara daerah Pulau Sumatera. Palembang sendiri dapat dicapai melalui penerbangan dari berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta (Garuda Indonesia, Lion Air, Sriwijaya Air), Batam (Wings Air, Sky Aviation, Citilink), Bandung (Indonesia Airways), Lampung (Merpati), Pangkal Pinang (Sriwijaya Air), Tanjung Pandan (Sky Aviation), Medan (Garuda Indonesia), Kuala Lumpur (Air Asia), Singapore (Silk Air).
Palembang di belah Sungai Musi yang membagi kota Palembang menjadi dua wilayah yaitu : Palembang ulu dan Palembang ilir, dua wilayah Palembang di hubungkan oleh Jembatan Ampera. Sebagai kota kedua terbesar di dumatera Palembang mengalami perkembangan yang sangat pesat terlihat dari perkembangan jumlah penduduk signifikan yang kian meningkat setiap tahun, sebagai salah satu kota yang berkembang, Palembang tidak terlepas dengan tindak kejahatan karena pertumbuhan penduduk tidak berbanding lutus dengan pertumbuhan kesejahteraan dari sisi ekonomi penduduk yang selalu menjadi masalah kota berkembang.
Tindak kejahatan yang terjadi dikota-kota besar yang mulai berkembang seperti di Palembang ini tak dapat di hindari, karena munculnya tindak kejahatan akibat dari tidak mampunya pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk mengendalikan ledakan penduduk dan tidak mampunya pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya. Bermacam-macam tindakan kriminalitas itu sendiri mulai dari pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, bahkan perampokan, seringkali terjadi.
Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri tidak mendefinisikan secara jelas mengenai kejahatan. Adapun KUHP telah mengatur sejumlah delik kejahatan dalam Pasal 104 hingga Pasal 488 KUHP. Sejumlah pakar hukum pidana mendefinisikan kejahatan berdasarkan pemikiran mereka masing-masing, salah satunya adalah R. Soesilo. Definisi Kejahatan menurut R. Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal” (1985, Penerbit Politeia) membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis sudut pandang sosiologis. Menurut R. Soesilo ditinjau dari segi juridis, kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Sisi sosiologis kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.
Menurut B. Simandjuntak kejahatan merupakan “suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.” Sedangkan Van Bammelen merumuskan:
Kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
{{{Kejahatan seksual merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakan seksual, komentar yang tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan, ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang hubungan dengan korban, dalam situasi apa saja, termasuk tapi tidak terbatas pada rumah dan pekerjaan. Kejahatan seksual dapat dalam berbagai bentuk termasuk  perkosaan, perbudakan seks dan atau perdagangan seks, kehamilan paksa, kekerasan seksual, eksploitasi seksual dan atau penyalahgunaan seks dan aborsi. Kejahatan seksual dikategorikan menjadi  Nonkonsensual, memaksa perilaku seksual fisik seperti pemerkosaanatau penyerangan seksual. Kemudian Psikologis bentuk pelecehan, seperti pelecehan seksual, perdaganganmanusia, mengintai, dan eksposur tidak senonoh tapi bukan eksibisionisme. Dan Penggunaan posisi kepercayaanuntuk tujuan seksual, seperti pedofilia dan semburit, kekerasan seksual, dan incest. Selanjutnya Perilaku dianggap oleh Pemerintah tidak sesuai. Bentuk kejahatan seksual yang paling banyak adalah pelecehan seksual namunini hanya berdasarkan keterangan korban dan tidak dapat dibuktikan dengan barang bukti, sedangkan peringkat kedua adalah pemerkosaan dan pada pemerkosaan selain berdasarkan keterangan korban juga dapat dibuktikan dengan barang bukti.
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.  Dalam kasus kekerasan seksual pada anak ini seringkali terjadi dan tak bias dihindarkan, karena banyak sekali yang terlibat di dalamnya, melihat latar belakang dari kejadian kekerasan pada anak tersebut, hal ini bias dilator belakangi oleh pengalaman masalalu pelaku yang mana pelaku juga pernah mengalami kasus kekerasan seksual, kemudian pelaku yang sebelumnya pernah menjadi korban tersebut  meniru atau melanjutkan kasus kekerasan seksual itu kepada orang lain. Dalam hal ini lah peranan orang tua sangat penting dalam hal menjaga, mendidik, serta mengawasi perkembangan anak nya. Dan tragisnya lagi tak jarang juga kita temui kasus yang mana pelaku kekerasan seksual pada anak ini ialah orang terdekat atau keluarga korban sendiri yang bertugas menjaga, mendidik, dan mengawasi. Untuk itu sangat perlu sekali pemerintah menegak kan hukuman kepada para pelaku kekerasan seksual ini, sebagai upaya untuk memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual itu.
Pasal 292 KHP disebutkan tentang Perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa yang sejenis. yang bunyinya sebagai berikut: “ orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang belum dewasa, yang sejenis kelamin dengan dia, yang diketahuinya atau patut disangkanya belum dewasa dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.” Pasal ini melindungi orang yang belum dewasa dari orang yang dikenal sebagai “homoseks[2]” atau “Lesbian[3]”. Dalam kamus besar bahasa Indonesia di muat arti homoseksual dan lesbian. Dalam keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama (homoseksual). Pada umumnya pengertian sehari-hari, homoseks dimaksudkan bagi pria sedang lesbian dimaksudkan bagi wanita. Kurang jelas kenapa terjadi hal ini karena dari arti sebenarnya “homoseksual” adalah perhubungan kelamin antara jenis kelamin yang sama. Kemungkinan karena untuk wanita disebut lesbian maka untuk pria disebut homo seksual.          Bagi orang dibawah umur, perlu dilindungi dari orang dewasa yang homoseks / lesbian, karena sangat berbahaya bagi perkembangannya. Pada RUU KUHP pasal 292 KUHP di ambil alih dengan perubahan mengenai ancaman pidana yang menjadi “paling lama tujuh tahun dan paling rendah satu tahun” [4]
Hal ini juga di atur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Mengapa harus dibentuk hukum khusus dalam mengatur perlindungan anak? Padahal sebelumnya telah dibahas tentang hak anak dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam UU tersebut dijelaskan pula kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak. Tetapi pada kenyataannya sering ada kerancuan parameter anak itu bagaimana. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 dijelaskan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Jadi yang membedakan antara anak dan dewasa hanya umur saja. Sebenarnya mendefinsikan anak belum dewasa itu menjadi begitu rancu ketika melihat batas umur anak dengan batas dewasanya seseorang dalam peraturan perundang-undangan satu dan lainnya berbeda-beda. Selain itu dalam UU sebenarnya masih banyak ketentuan lainnya yang menjelaskan seluk-beluk tentang anak. Maka dengan penjelasan lebih rinci diharapkan hal ini mampu jadi patokan dalam menganalisis suatu kasus yang terjadi, apakah masuk ranah anak atau dewasa.
Undang-undang khusus tentang perlindungan anak ini juga diharapkan mampu menjadi UU yang jelas dan menjadi landasan yuridis untuk mengawasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab beberapa hal yang terkait dan yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, pertimbangan lain bahwa perlindungan anak merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional dan khususnya dalam meningkatkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan berperan serta yang mana hak ini sesuai dengan kewajiban dalam hukum. Kemudian timbul pertanyaan apakah UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sudah efektif dalam melindungi hak-hak anak selama ini?
Menurut catatan Pusdatin Perlindungan Anak Indonesia tahun 2005, tindak kekerasan sebanyak 736 kasus. Dari jumlah itu, 327 kasus perlakuan salah secara seksual, 233 kasus perlakuan salah secara fisik, 176 kasus kekerasan psikis. Sedangkan penelantaran anak sebanyak 130 kasus. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) juga mencatat selama tahun 2006 ada 1.124 kasus kekerasan yang dilakukan terhadap anak. Sebanyak 247 kasus di antaranya kekerasan fisik, 426 kekerasan seksual, dan 451 kekerasan psikis, kata Ketua Komnas Anak Seto Mulyadi. Pada tahun 2008 kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan ibu kandung mencapai 9,27 persen atau sebanyak 19 kasus dari 205 kasus yang ada. Sedangkan kekerasan yang dilakukan ayah kandung 5,85 persen atau sebanyak 12 kasus. Ibu tiri (2 kasus atau 0,98 persen), ayah tiri (2 kasus atau 0,98 persen).  Dalam sehari Komnas Anak menerima 20 laporan kasus, termasuk kasus anak yang belum terungkap. Jadi pada tahun 2008 masih meningkat lagi kasus kekerasan pada anak menjadi 1.626 kemudian masih tetap naik lagi menjadi 1.891 kasus pada tahun 2009. Dari 1.891 kasus pada tahun 2009 ini terdapat 891 kasus kekerasan di lingkungan sekolah, kata Direktur Nasional World Vision Indonesia. Pertanyaan paling mendasar adalah mengapa kekerasan terhadap anak semakin meningkat dari tahun ke tahun?
Kemudian ketika selesai menjelaskan panjang lebar tentang jumlah kasus kekerasan pada anak dan sebab terjadi kekerasan. Maka sangatlah perlu untuk memberikan solusi yang terbaik demi masa depan anak. Peran keluarga terutama orang tua di sini sangatlah penting. Perlindungan dan kasih sayang seharusnya semakin ditingkatkan. Perekonomian yang sulit jangan menjadikan anak sebagai bahan eksploitasi untuk mencari uang. Masa anak masih dalam tahap belajar dan bermain serta mengenal lingkungan. Hal tersebut adalah bekal mereka untuk mengahadapi kehidupan yang selanjutnya ketika mereka beranjak dewasa kelak. Pendidikan juga sangat wajib bagi anak, anak adalah tunas bangsa yang harus lebih diperhatikan kembali. Orang tua juga wajib dalam mengawasi lingkungan anak agar tidak menjadi korban kekerasan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pihak dari internal atau keluarga juga tidak cukup untuk mengurangi kasus kekerasan anak di Indonesia. Pemerintah harus memberikan ketegasan pada masyarakat mengenai UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, bila perlu memberikan sosialisasi bahwa ada UU bertujuan dalam perlindungan anak serta dijelaskan juga sanksi terhadap yang melanggar UU tersebut. Pemerintah juga harus memberikan fasilitas pelatihan dan pembelajaran anak. Maka pemerintah harus siap menampung anak-anak yang terlantar sesuai dengan bunyi UUD 1945 pasal 34 ayat 1, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Selain itu sangatlah perlu dilakukan peningkatan pemberdayaan badan pemerintah seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)[5]. Pada kenyataannya selama ini KPAI kurang bisa berdaya guna. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih mengenal Komnas Anak daripada KPAI. Sehingga perlu adanya upaya pemerintah dalam memaksimalkan kinerja KPAI.
1.2  Identifikasi Masalah
Pelaku tindak kejahatan seksual ini sudah sering kali terjadi, biasanya pelaku kejahatan seksual ini melakukan tindak kejahatan tersebut karena korban pun pernah mengalami hal yang sama yaitu pelecehan seksual atau dengan kata lain pelaku juga pernah menjadi korban.
Maka dengan menanggapi realita yang seperti ini, timbul lah suatu pertanyaan mengapa atau apa sebab nya seseorang tersebut bisa bertindak menjadi pelaku kejahatan seksual.
Ditinjau dari dari segi psikologis, seseorang cenderung melakukkan kejahatan seksual ini ialah karena orang tersebut memiliki kelainan kejiwaan yang mana orang tersebut melampiaskan hasrat nya dengan berbagai cara, baik dengan elakukan tindak kekerasan hingga tak jarang juga pembunuhan. Dan korban yang tergolong masih dibawah umur ini sangat rawan menjadi korban tindak kekerasan seksual, karena korban yang masih dikategorikan anak-anak ini cenderung tidak paham atau tidak mengerti dengan yang dinamakan tindak kejahatan seksual ini, karena kepolosan anak-anak semacam inilah maka pelaku dengan mudah memperdaya korban dengan berbagai cara, maka dari itu perlu di himbau bahwa pengenalan dan pendidikan seksual dini itu sangat penting, sehingga anak-anak mampu membedakan apakah perbuatan seseorang tersebut tergolong kejahatan atau tidak.
Meski Negara sudah menetapkan hukuman bagi peaku tindak kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur yakni dalam pasal 281 hingga pasal 296 KUHP dan undang-undang perlindungan anak dan perempuan yang membahas tentang sanksi yang diberikan terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak, namun yang menarik dari permasalahan ini ialah, meskipun peraturan dan sanksi tersebut sudah di tetapkan, tetapi tindak kekerasan seksual terhadap anak masih saja terus terjadi bahkan meningkan, apakah sanksi yang telah di tetapkan tersebut belum efektif ataukan masih kurang sesuai  dengan kondisi sekarang ini, maka dari itu kita ingin membandingkan keefektifan hukuman pidana yang di ancam oleh pasal 292 KUHP dengan undang-undang perlindungan anak ini, yang mana yang lebih memberikan efek jera terdap pelaku kejahatan seksual terhadap anak, sehingga kasus kejahatan seksual terhadap anak ini dapat di minimalisir.
1.3  Rumusan Masalah
Fenomena kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi sekarang ini sangat memprihatinkan,baik terjadi dilingkungan keluarga maupun dilingkungan luar keluarga, meskipun pemerintah sudah membuat aturan yang cukup jelas dalam menangani kasus seperti ini, hanya saja dalam praktek nya apakah aturan yang sudah dibuat ini cukup efektif untuk member efek jera bagi para pelaku agar tidak mngulangi tindakkan nya itu dan menghindarkan pelaku-pelaku yang baru.  maka dari itu rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah;
1.      Mengapa kekerasan seksual anak bias meningkat secara drastis dari tahun ketahun?
2.      Apakah peraturan Undang-Undang no.23 Tahun 2002 dan Pasal 292 KUHP sudah cukup efektif untuk member efek jera bagi pelaku kekerasan seksual pada anak?
1.4  Batasan Masalah
Dari diidentifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus. Selanjutnya masalah yang menjadi obyek penelitian dibatasi hanya pada kekerasan seksual anak dibawah umur yang sama jenis kelamin yang terjadi di kota Palembang pada tahun 2013. Pembatasan masalah ini mengandung konsep pemahaman sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan kekerasan seksual anak dibawah umur dalam satu jenis kelamin ialah, kejahatan seksual yang dilakukan oeleh seorang individu kepada anak yang dibawah umur, berjenis kelamin yang sama (homoseksual).
1.5  Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1.5.1  Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:
1.1  Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum tentang kasus kekerasan seksual berupa pencabulan sejenis (homoseks) terhadap anak yang dibawah umur, serta mengetahu hukuman yang di jatuhkan bagi pelaku yang dimuat dalam pasal 292 KUHP tentang pencabulan sejenis pada anak yang dibawah umur.
1.2  Tujuan Khusus
a.       Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri palembang  dalam menjatuhkan pidana Pasal 292 KUHP tentang pencabulan sejenis terhadap korban anak di bawah umur
b.      Mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri palembang  dalam menjatuhkan pidana berdasarkan UU No.23 Tahun tentang perlindungan anak.
c.       Untuk mengetahui bagaimanakah putusan hakim Pengadilan Negeri palembang terhadap pelaku Tindak Pidana Pasal 292 KUHP tentang kasus pencabulan sejenis terhadap anak dibawah umur.
d.      Menganalisi keefektifan hukuman pidana yang dijatuhkan dari pasal 292 KUHP dengan UU No.23 Tahun 2002, terhadap pelaku pencabulan anak dibawah umur.
1.5.2        Manfaat Penelitian
1.Manfaat Penelitian Secara Teoritis
a.       Bagi para praktisi hukum
Sebagai sarana tamabahan informasi dan bacaan dalam hal menimbang serta mengambil keputusan dalam menangani kasus seperti ini.
b.      Bagi dosen pengajar
Dapat digunakan sebagai tambahan informasi dalam mengambil kebijakan dosen pengajar ilmu yang bersangkutan.
c.       Bagi peneliti
Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti sekaligus sebagai media dalam mengemukakan pendapat secara objektif  kasus kejahatan seksual terhadap anak  dibawah umur  yang terjadi di kota pelambang.
d.      Bagi peneliti yang akan datang
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai contoh atau acuan dalam pembelajaran  dan pembuatan proposal penelitian khususnya jurusan hukum juga sebagai refrensi kepustakaan.
1.1    Manfaat Penelitian Secara Praktis
Hasil penelitan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan refrensi kepustakaan dan pengetahuan yang berguna bagi mahasiswa, khususnya pada mahasiswa Hukum ( Perbandingan Mazhab dan Hukum) IAIN Raden Fatah Palembang
1.6      Tinjauan Pustaka
Kejahatan merupakan suatu  rumusan hukum mengenai kelakuan  manusia oleh alat-alat klass dominan dalam masyarakat. Alat penegak hukum  (anggota-anggota badan legislative , polisi, jaksa, dan hakim) sebagai wakil-wakil dari klass penguasa dalam sayrakat, bertanggung jawab atas rumusan  dan pelaksanaa hukum pidana. Oleh karenanya orang dan prilaku menjadi penjahat dan kejahatan disebabkan  perumusan dan penerapan rumusan-rumusan tentang kejahatan tersebut. Dengan begitu, maka menurut proposisi pertama realitaskejahatan bukanlah  esuatu yang melekat (inhearet) dalam perilaku, penilaian yang dicabut oleh satu pihak terhadap tindakan-tindakan dan ciri-ciri pihak lain. Kejahatan dilihat sebagai hasil proses-proses dinamika kelas yang memuncak dalam penentuan orang dan prilaku-prilaku tertentu sebagai kejahatan dan penjahat.
Penjahat adalah orang-orang yang suka melakukan perbuatan bohong. Dikatakan oleh oleh socrater bahwa semua orang adalah pembohong. Dengan demikian dapat dikatakan semua orang itu adalah penjahat dengan alasan bahwa semua orang yang telah mencapai area dewasa, pada suatu ketika pasti akan melakukan pelanggaran/ kejahatan. Pelanggaran/kejahatan mana sebenarnya juga harus dipidana atau diberikan sangsi. (Socrates)
Tipe penjahat dibagi menjadi:
a.       Penjahat yang sakit jiwa
b.      Penjahat yang berbuat karena naluri atau instink
c.       Penjahat karena kebiasaan
d.      Penjahat perorangan
e.       Orang yang disangka penjahat (Thomas M.Osborne)

Penegak hukum terutama polisi yang mempunyai tugas prevantif maupun represif harus mengerti daerah kejahatan. Sebab dengan mengetahui daerah kejahatan maka dapat dilakukan tugas dalam rangka usaha:
a.       Mencegah terjadinya kejahatan
b.      Mengawasi penjahat-penjahat dan derah-daerah penajahat, dalam rangka mencegah terjadinya kejahatan.
c.       Mengadakan pembinaan kepada para penjahat atau daerah penajahat baik dengan pendekatan secara langsung maupun secara tidak langsung.
d.      Mencari pelaku kejahatan yang terjadi dan menangkapnya untuk diperiksa.
Daerah yang terdapat banyak kejahatan dengan rate tertinggi terdapat dalam daerah-daerah: yang berdekatan dengan pusat perdagangan, daerah pusat industry yang besar. Sedangkan rate terendah terjadi dalam daerah tern-pat tinggal masyarakatyang jauh letaknya dari pusat kota. (Clifford R.Shaw)
1.6.1        Kerangka Teori
Berasarkan identifikasi masalah,  kejahatan Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham. Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana. Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis.
Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyaraka. Reaksi sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.
Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak.[6] Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak.[7] Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi. Ada empat kategori utama tindak kekerasan terhadap anak: pengabaian, kekerasan fisik, pelecehan emosional/psikologis, dan pelecehan seksual anak. Yurisdiksi yang berbeda telah mengembangkan definisi mereka sendiri tentang apa yang merupakan pelecehan anak untuk tujuan melepaskan anak dari keluarganya dan/atau penuntutan terhadap suatu tuntutan pidana. Menurut Journal of Child Abuse and Neglect, penganiayaan terhadap anak adalah "setiap tindakan terbaru atau kegagalan untuk bertindak pada bagian dari orang tua atau pengasuh yang menyebabkan kematian, kerusakan fisik serius atau emosional yang membahayakan, pelecehan seksual atau eksploitasi, tindakan atau kegagalan tindakan yang menyajikan risiko besar akan bahaya yang serius.[8] Seseorang yang merasa perlu untuk melakukan kekerasan terhadap anak atau mengabaikan anak sekarang mungkin dapat digambarkan sebagai "pedopath".[9]
1.6.2        HIPOTESIS
Kejahatan seksual terhadap anak berdampak sangat besar, baik mengakibatkan ketakutan mental serta kematian, maka dari itu hukuman yang paling cocok terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak ia lah pelaku dihukum melalui pasal- pasal KUHP. Dan di pandang dapat memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

1.7      Metode Penelitian
1.7.1        Desain Penelitian
Desain penelitan adalah keseluruhan dari erencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin yang timbul selama proses peneliian, hal ini penting karena desain penelitian merupakan strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk keperluan  pengujian hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan enelitian dan sebagai alat untuk mengontrol variable yang berpengaruh dalam penelitian (Sugiyono, 2010).
Berdasarkan tujuan dan masalah yang diteliti, penelitian ini termasuk penelitian pra eksperimen dengan pendekatan one group pra-post test design. Rancangan one group pra-post test design adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi.
1.7.2        Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan ialah dengan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan cara mengumpulkan data, encatat data, mengklasifikasikan data dan menganalisis data serta mengumpulkan  beberapa referensi dan teori-teori yang sudah ada berdasarkan permasalaha yang telah dirumusan dan kemudian menarik kesimpulan.
1.7.3        Sumber Data
1.      Data primer
Data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh lembaga yang bertugas menangani permasalahan tersebut. Kemudian teori-teori yang sudah ada.
2.      Data skunder
Yaitu dengan mengambil data-data skunder yang berasal dari internet, dan data yang diperoleh dari wawancara terhadap pelaku kekerasan seksual tersebut.
1.7.4        Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan ialah dengan metode studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang didasarkan kepustakaan seperti informasi-informasi yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diteliti yang berasal dari literature-literatur, bacaan-bacaan yang sesuai dan relevan dengan penelitian. Kegiatan pengumpulan data di lakukan dalam dua tahap yaitu:
1.      Tahap persiapan
Menyiapkan lesson plan, hand out,  dan postes. Pokok bahasan  yang disampaikan  adalah mengenai prestasi belajar.
2.      Tahap pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diambil  dari observasi di rutan, pengadilan negeri  maupun catatan media mengenai pelaku kejahatan seksual terhadap anak  menggunakan media chek list dan wawancara, serta pengumpulan data melalui jurnal media.
1.7.5        Teknik Analisis Data
Metode analisis datan yang digunakan dalam pengelolaan data ini ialah dengan metode
1.      Analisis univariat
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi dari setiap variable independent dan variable dependen
2.      Analisis bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah ada beda rata-rata pemberatan hukuman yang diberikan yang disangsikan oleh pasal KUHP dengan UU no.23 tahun 2002,  mengenai pempidaan terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang mampu memberikan efek jera terhadap pelaku.
1.7.6        Teknik pengelolaan data
1.      Pengelolaan data
Adalah meneliti kembali apakah isian pada chek list sudah cukup baik  ini dilakukan memastikan apakah data telah lengkap dan dapat dip roses lebih lanjut.
2.      Pengkodean data
yaitu upaya mengklasifikasikan isian atau hasil yang ada menurut macamnya dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode dalam hal ini adalah variable metode pembelajaran.
3.      Pemasukan data
Yaitu proses pemasukan data kedalam program pengelolaan data computer.
4.      Pembersihan data
Yaitu proses pengecekan ulang dan pembersihan data dari kesalahan.
1.7.7        Waktu dan Tempat Penelitian
1.      waktu penelitian
penelitian ini direncanakan pada bulan juni-oktober tahun 2014
2.      Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dilakukan di Kota Palembang, dan kasus-kasus kejadian tindak criminal yang terjadi di kota Palembang tahun 2013.

1.8      Sistematika penulisan
Penelitian ini dilaporkan secara terperinci dalam lima Bab dengan urutan sebagai berikut:
BAB  I           PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, hipotesis, metodologi penelitian dan sistematis penelitian.
BAB  II         LANDASAN TEORI
                      Pada bab ini akan diuraikan konsef-konsef yang berkaitan dan releven
Dengan permasalahan yang diteliti dalam topik ini, sehingga dapat memberikan gambaran jelas tentang penelitian ini. Adapun isi nya mengenai pengertian kejahatan secara umum, pengertian kejahatan seksual, pengertian korban kejahatan seksual, serta pengertian pelaku kejahatan seksual, jenis sangsi yang diberikan bagi pelaku kejahatan seksual, sumber data yang menunjukan persentasi kejahatan seksual terhadap anak, serta fungsi undang-undang terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
BAB  III        GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN  
Bab ini berisi tentang gambaran umum tetang kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi khususnya di kota Palembang. Serta gamabran asus pelaku tindak kejahatan seksual terhadap anak ini.
BAB  IV        PEMBAHASAN
Babini memuat uaraian mengenai data penelitian yang dikumpulkan, analisis dan penelitian serta pembahasan hasil analisis secara tepat.
BAB  V         KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban permasalahan penelitian berdasarkan analisis dan pembahasan. Penulis juga mencoba memberikan saran yang mungkin berguna bagi pemerintah penyelenggara undang-undang (yudikatif)  serta masyarakat umum.































DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku:
Hamzah , Andi, KUHP & KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.
Utama, Cholidah, Pengantar Ilmu Hukum, Noerfikri Offset, Palembang, 2014.
Arian, Rasyid, Pengatar Perbandingan Hukum Pidana,Universutas Sriwijaya, Palembang, 2006.
Petanasse, Syarifuddin, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2010.
__________________, Kebijakan Kriminal, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2010.
__________________, Mengenal Krimonologi, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2010.
Palak, Mayor, Sosiologi, Jakarta, 1976.
Sabuan, Ansori dkk, Hukum Acara Pidana, Angkasa Bandung, Bandung, 2009.
Anwar,Moch, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Offset Alumni, 1986.
Sumber Internet :
www.UU PERLINDUNGAN ANAK. COM
www.lipsus.kompas.com
www.kampus.okezone.com
Sumber koran:
Harian Umum Republika
Harian Umum Seriwijaya Post
Harian Umum  Sumatera Ekspres
Harian Umum  Tribun Sumsel





LAMPIRAN

1.      Sepanjang 2012, Puluhan Kasus Kekerasan Anak Diadili, Rabu, 23 Januari 2013, 22:59 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Sepanjang 2012, sedikitnya ada 98 kasus kekerasan terhadap anak di Kota Palembang yang diadili. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah setempat, Adi Sangadi mengungkap puluhan kasus tersebut telah disidangkan. "Pelaku kekerasan terhadap anak sudah diganjar hukuman sesuai dengan ketentuan undang-undang perlindungan terhadap anak," kata Adi, di Palembang, Rabu (23/1). Sebagian besar kasus kekerasan tersebut berupa penganiayaan fisik, psikis, seks dan penelantaran anak, katanya. Adi mengungkap selama tahun 2012 pihaknya menangani 330 kasus kekerasan anak yang dilaporkan korban dan keluarga. Dari 330 kasus kekerasan anak itu sebanyak 142 kasus telah dimediasi, 98 kasus diadili dan 90 kasus masih dalam proses penyelesaian.
Tingginya angka laporan kekerasan terhadap anak itu, kata Adi, merupakan salah satu bukti semakin meningkatnya kesadaran korban dan keluarga berkeinginan menyelesaikan kasus yang dialami.
Hal itu, tentu sangat erat dengan semakin meluasnya pemahaman masyarakat terhadap undang-undang perlindungan anak.
Lebih jauh Adi menjelaskan semua laporan kasus kekerasan terhadap anak langsung mereka proses apakah cukup dimediasi atau sampai ke pengadilan. Namun, khusus untuk kasus kekerasan seksual dan perdagangan anak tidak ada toleransi mediasi, tetapi langsung diproses ke jalur hukum.
2.      Polda Tangani Kasus Pencabulan di Kereta Api, Rabu, 28 Mei 2014 19:14 WIB
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Anggota polisi khusus PT KAI Sumsel bernama Tries (30) yang dilaporkan berbuat cabul di dalam kereta api oleh YI (40), kini ditangani oleh Polda Sumsel. Sebelumnya, perkara ini masih ditangani oleh Polresta Lubuklinggau Sumsel.
Dikatakan Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Djarod Padakova, pendalaman kasus ini kini ditangani oleh Polda Sumsel. Pasalnya, Polresta Lubuklinggau yang semula sebagai tim penyidik sudah melimpahkan perkara ini ke Polda Sumsel.
"Polresta Linggau sudah melakukan sedikit pendalaman terhadap kasus ini setelah sebelumnya menerima laporan dari korban. Kini, kasus ini ditangani Polda Sumsel dan akan kita lakukan pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut," kata Djarod, Rabu (28/5/2014).
Dari berkas yang diterima dari Polresta Lubuk Linggau, ungkap Djarod, Tries sudah mengakui perbuatannya. Meski demikian, masih akan dilakukan pemeriksaan terhadap dirinya dan juga keterangan dari korban serta saksi. Jika memang bersalah, akan ditetapkan sebgai tersangka untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Seperti diketahui, Tries berbuat cabul terhadap YI saat keduanya berada di Gerbong Eksekutif 2 kereta api Prabumulih menuju Lubuklinggau Selasa (27/5/2014). YI yang tengah duduk di kursi penumpang mulanya dicoba diajak kenalan oleh Tries. Namun, YI menolak dan Tries lalu menjauh.
Selanjutnya, YI tiba-tiba merasa ada tangan yang menyentuh bagian di sekitar dadanya. Mulanya, YI merasa kejadian itu hanya ilusi dari tidurnya. Namun, saat terjadi kedua kalinya, YI sadar seorang sudah mencoba memegang bagian dadanya.
"Dari keterangan korban, pelaku memegang bagian dada korban melalu sela kursi yang diduduki korban. Korban sempat memaki pelaku sebelum melaporkannya ke Polresta Lubuk Linggau. Pelaku lalu ditangkap di Mess Kereta Api Lubuklinggau oleh Polresta Lubuk Linggau," kata Djarod.
3.      KDRT dan Pencabulan Mendominasi Kasus di OKI Tahun 2013, Rabu, 1 Januari 2014 19:07 WIB
SRIPOKU.COM, KAYUAGUNG – Sebanyak 115 kasus kekerasan terhadap kaum perempuan dan anak terjadi di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) selama tahun 2013 lalu. Kekerasan tersebut jauh meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya berjumlah 92 kasus. Hal tersebut diperkirakan disebabkan kurangnya pengertian dari kedua belah pihak.
Kapolres OKI AKBP Erwin Rachmat SIk melalui Kasat Reskrim AKP H Surachman SH didampingi Kanit Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ipda Rohima mengatakan, kekerasan terhadap perempuan dan anak di tahun 2013 ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi.
“Kekerasan tersebut seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kemudian cabul, penelantaran anak, zina dan perbuatan tidak menyenangkan,” ujar Surachman, Rabu (1/1/2014).
Diuraikan Surachman, untuk kasus KDRT berjumlah 34 kasus, kemudian cabul berjumlah 45 kasus, penelantaran anak sebanyak 8 kasus, zina 18 kasus dan lain-lain sebanyak 17 kasus.
“Jika dikalkulasikan semuanya berjumlah 115 kasus, sementara di tahun 2012 berjumlah 92 kasus,” sebut Surachman.
Menurutnya khusus untuk perbuatan cabul dan KDRT sebenarnya lebih banyak lagi jumlahnya, diduga masih banyak lagi kasus kekerasan terjadap perempuan dan anak baik itu KDRT dan pencabulan yang tidak dilaporkan ke Polres.
“Banyak yang tidak berani melaporkan kasus tersebut ke polisi, tetapi yang paham dengan hukum mereka langsung lapor ke polisi,” ujar Surachman.
Ditambahkan Rohima, pelanggaran UU No 23 Tahun 2004 tentang KDRT diatur dalam pasal 44 sampai dengan pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta sampai dengan 300 juta rupiah.

4.     Lengkap, Berkas Pencabulan Diserahkan, Selasa, 13 Mei 2014

LAHAT  - Masih ingat Dadang Syaropi (27), warga Desa Sukajadi, Kecamatan Pseksu, Lahat. Berkas  tersangka pelaku pencabulan terhadap anak tiri ini telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat. Ironisnya, dalam pengakuannya, tersangka telah mencabuli anak tirinya sebanyak 120 kali. Cacam...!!

Untuk diketahui, selama tujuh tahun menikah dengan istrinya DH (31), Dadang Syaropi tega mencabuli anak tirinya sejak kelas 4 SD hingga kelas 1 SMP.

Perbuatan bejat pelaku akhirnya diketahui sang istri dan langsung dilaporkan ke
Polsek Kikim Timur. Setelah menerima laporan, jajaran Polsek Kikim Timur langsung membekuk pelaku, Sekitar pukul 20.00 WIB, Senin (17/3) lalu di kediamannya.

Kepada petugas pelaku mengaku telah melakukan perbuatan biadab itu sejak anak tirinya sebut saja Mawar (14), duduk di bangku kelas 4 SD hingga korban kelas 1 SMP. Pelaku yang berprofesi sebagai petani ini, melakukan pencabulan terhadap Bunga, tanpa sepengetahuan sang istri yang sering berada di kebun.

Saat menyampaikan keterangan petugas, istri pelaku DH mengaku, perbuatan pelaku baru diketahuinya sepulangnya dari kebun. Namun karena tepergok, saat itu pelaku mengancam DH dengan menggunakan sajam jenis parang, jika sampai melaporkan perbuatan bejatya. Menurut DH, anaknya yang masih kelas 1 SMP tidak pernah bercerita kepadanya perihal perbuatan pelaku. Anaknya juga tidak pernah mengeluh apapun kepadanya. Namun nalurinya sebagai ibu mengetahui jika ada sesuatu yang dialami anaknya. Sebelum melapor, DH sempat menanyakan kepada Mawar secara perlahan tentang apa yang dialami anaknya tersebut. Dari pengakuan Mawar, ia sering diminta pelaku masuk dalam kamar rumahnya. Mawar yang masih berusia belasan itu juga diancam oleh pelaku agar menuruti perbuatan bejatnya.
Mendengar itu, sontak membuat DH terkejut. Tak terima atas perbuatan pelaku, secara diam-diam DH akhirnya melaporkan perbuatan pelaku ke Mapolsek Kikim Timur, hingga pelaku akhirnya dibekuk petugas dikediamannya.
Kapolres Lahat AKBP Budi Suryanto SH Msi melalui Kapolsek Kikim Timur AKP Alpiansyah Putra melalui Kanit Res Aipda Budi Agus mengatakan berkas perkara tersangka sudah mencukupi dan P21 langsung dilimpahkan ke pihak kejaksaan.
“Hari ini berkas sudah kita limpahkan ke kejaksaan negeri Lahat untuk proses lebih lanjut,” kata Budi. Sementara, Kajari Lahat Helmi SH MH melalui Kasi Pidum Arief Syafrianto SH didampingi JPU Hery Fadlulah SH membenarkan jika pihaknya telah menerima pelimpahan berkas kasus pencabulan dengan tersangka Dadang dari Polsek Kikim Timur yang disertai barang bukti. "Dari pengakuan tersangka, perbuatan pencabulannya terhadap Mawar, telah dilakukan sebanyak 120 kali, saat ibunya berada di kebun," ungkapnya.   Tersangka sendiri akan dikenakan Pasal 81 dan 82 Undang-undang perlindungan anak Nomor 23 tahun 2003 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Sementara itu, dari pengakuan tersangka, perbuatannya itu dilakukannya saat istrinya sedang berada dikebun. “Aku khilaf melakukan itu,” ujar Dadang singkat. (irw)

5.     Ramlan Siap Bersumpah , Senin, 12 Mei 2014

PALEMBANG  - Kasus  pencabulan yang saat ini menerpa Drs Ramlan Fauzi, pimpinan Pondok Pesantren Al-Fattah, Lahat dianggap sebagai bentuk pembunuhan karakter.
Apalagi, Ramlan bersikukuh kalau dia tak pernah melakukan tindakan seperti yang dituduhkan.
     “Saya siap disumpah di bawah Alquran. Saya juga siap saat bersumpah dilihat oleh orang banyak karena saya memang tidak pernah melakukan hal tersebut (pencabulan, red),” ujar Ramlan Fauzi didampingi pengacaranya Ghandi Arius saat jumpa pers di Rumah Makan Sederhana, Jl Basuki Rahmat Palembang, kemarin (11/5).
Menurut Ramlan, kalau untuk kedekatan dengan para santri memang sering dia lakukan. Namun hal tersebut sebatas rasa sayang seperti ayah dan anak yakni menyapa atau menegur para santri. Hanya saja, katanya, tiba-tiba muncul isu bahwa dirinya telah melakukan pencabulan pada Juni 2013 dan baru dilaporkan 2014. Hal ini menurutnya ada sesuatu yang janggal. “Saya berharap agar mendapatkan keadilan atas kasus ini. Saya juga menganggapnya sebagai ujian bagi saya. Jujur atas kasus ini saya dan keluarga menjadi tak baik di mata sebagian masyarakat. Namun saya bersyukur karena masih ada masyarakat yang tidak percaya atas tuduhan terhadap saya,” ungkap Ramlan yang juga kepala Kantor Kementerian Agama Pagaralam dan pimpinan kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) ini.
Hj Faidah, istri Ramlan, sangat tidak percaya kalau suaminya melakukan pencabulan kepada para santri. “Saya selalu mengikuti ke mana saja suami saya selama berada di ponpes. Apalagi, ponpes itu menyatu dengan rumah saya. Jadi, kapan dan di mana suami saya bisa melakukan itu,” kata Faidah lagi. Sebab itu, lanjut Faidah, dirinya sama sekali tidak kecewa dengan suami. Ia menilai suaminya pria yang bertanggung jawab dan selalu berbuat yang terbaik untuk keluarga. Faidah tidak tahu mengapa ada orang yang menuduh suaminya sudah berbuat sodomi ataupun pencabulan kepada santri.
Ghandi Arius, pengacara korban, menambahkan, soal penetapan status tersangka terhadap kliennya oleh Polres Lahat, dia mengaku sedikit kecewa. Menurutnya penetapan tersebut terlalu dini dan hasil visum yang dilakukan tidak sesuai baik dari tanggal maupun tempat. “Hanya karena ada luka di pantat (maaf, red) itu ‘kan belum tentu bekas tindakan pencabulan. Kecuali di dubur (maaf, red) mungkin memang ada tindakan sodomi. Lalu untuk waktu kejadiannya pada Juni 2013 dan baru diperiksa pada tahun 2014. Itu hampir satu tahun, apakah mungkin masih berbekas?” katanya seolah balik bertanya.
Ia menambahkan, kasus ini harus disikapi secara adil. Jangan melakukan pembunuhan karakter. Menurut Ghandi, pihaknya tak segan menuntut balik, bila semua tuduhan tidak terbukti. “Kasus ini tidak bisa disamakan dengan JIS maupun Emon. Penetapan tersangka terhadap klien saya seperti dipaksakan oleh polisi. Beda halnya dengan kasus JIS maupun Emon yang faktanya jelas, baik dari visum, korban, maupun saksinya. Tapi kalau penetapan tersangka terhadap klien saya ini, seperti dipaksakan,” ungkapnya.
Saat kasus belum terekspos di media, tambah Ghandi, ada tiga oknum LSM yang melakukan pemerasan terhadap kliennya. Pemerasan dilakukan karena oknum tersebut mengancam akan melakukan demo besar-besaran dan telanjang, sehingga kliennya tak ingin memperpanjang masalah dan menuruti permintaan para oknum. “Oknum tersebut meminta uang Rp180 juta dan ada kuitansinya. Untuk itu kasus pemerasan tersebut kami laporkan ke pihak Polda Sumsel.” Seperti diwartakan sebelumnya, merasa telah diperas oleh tiga orang oknum yang mengaku dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), Pimpinan Pondok Pesantren Al Fattah, Drs H Ramlan Fauzi MPdI (52) melapor ke Mapolda Sumsel, Selasa siang (22/4). Ramlan mengaku telah diperas oleh tiga pelaku berinisial He, Am, dan Er, sebelum terjadinya peristiwa pelaporan dugaan perbuatan cabul oleh salah satu wali murid pondok pesantren.
Kasus pemerasan ini berawal dari ulah 3 oknum LSM yang memeras kliennya sebesar Rp180 juta, pada awal 12 Februari 2014 lalu. Saat itu oknum LSM memeras terlapor dengan alasan pencabulan. Karena merasa tidak melakukan hal yang dituduhkan, kliennya itu tidak menanggapi ancaman tersebut. Namun, oknum LSM terus meneror melalui handphone dan pesan singkat. Bahkan, saat kliennya bersama istri ke Jakarta menghadiri pemakaman anggota keluarganya, oknum LSM ini mengancam akan mengerahkan massa sekitar 200 orang, mereka akan melakukan demo sambil bertelanjang.  Nah, khawatir akan nama baik ponpes dan ketenangan para santri belajar, Ramlan bersedia mencari uang Rp180 juta sesuai permintaan oknum tersebut. Laporan pemerasan tertuang dalam Nomor LPB/330/IV/2014/SPKT Polda Sumsel.
Terpisah, Kasatreskrim Polres Lahat AKP Hidayat Amin menegaskan, sejauh ini alat bukti sudah cukup dan tinggal proses pemberkasan. “Proses hukum tetap berjalan dan ada saksi. Tidak ada lagi masalah,” ujar Hidayat, kemarin. Bagaimana sebetulnya kondisi bocah yang pernah mengalami sodomi? dr Indra Nasution, ahli forensik RSMH Palembang, menjelaskan, bocah yang pernah mengalami sodomi dapat diperiksa melalui kondisi duburnya, meskipun telah berlangsung selama satu tahun. Apalagi, pencabulan itu dilakukan lebih dari satu kali. “Satu kali saja, kondisi area dubur akan mengalami luka atau bekas luka. Dilihat dari warna kulit lebih gelap dari warna aslinya,” ujarnya. Mengenai korban yang ada luka di daerah pantat, itu tidak bisa dikatakan bekas pencabulan. Bisa saja, luka tersebut didapat dari ulah korban sendiri. “Misalnya saja akibat gigitan nyamuk yang kemudian gatal lalu digarut hingga luka dan membekas. Kondisi itu bukan bekas pencabulan,” tandasnya. (cj3/irw/gti/ce1)



[1] Sensus penduduk 2010
[2] Merupakan kelainan seksual yang merupakan  kecenderungan untuk memiliki hasrat seksual atau mengadakan   hubungan seksual dengan jenis kelamin yang sama.
[3] perihal cinta berahi antara sesama wanita; perihal perilaku hubungan seksual sesama wanita
[4] Pasal 393/14.17 RUU KUHP
[5] KPAI merupakan lembaga independen yang kedudukannya sejajar dengan komisi negara lainnya. KPAI dibentuk pada 21 Juni 2004 dengan Keppres No. 95/M Tahun 2004 berdasarkan amanat Keppres 77/2003 dan pasal 74 UU No. 23 Tahun 2002. Dalam keputusan Presiden tersebut, dinyatakan bahwa KPAI bertujuan untuk meningkatkan efektifitas penyelengaraan perlindungan anak. KPAI diharapkan mampu secara aktif memperjuangkan kepentingan anak. KPAI bertugas melakukan sosialisasi mengenai seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepentingan anak. Selain itu KPAI juga dituntut untuk memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. Sejak awal didirikan, KPAI memperoleh dana untuk menjalankan segala tugas, fungsi, dan program-programnya karena dana bersumber dari APBN (dari Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Departemen Sosial) dan APBD. Sumber dana juga mungkin berasal dari bantuan asing jika memang ada lembaga asing atau organisasi internasional yang ingin bekerja sama dengan KPAI.
[6] Thefreedictionary.com. Diakses 2010-09-15.
[7] Leeb, R.T Paulozzi, L.J.Melanson, C.Simon, T.R Arias, I. (1 January 2008).
[8] Herrenkohl, R.C. (2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar