Kamis, 18 September 2014

BIOGRAFI TOKOH AGAMA ISLAM IBNU TAIMIYAH



BAB    I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG
Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja (lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H – wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

2.      RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan diatas maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.      Bagaimana biografi atau perjalanan idup ibnu taimiyah?
2.      Apa saja ajaran yang di ajarkan oleh ibnu taimiyah?

3.      TUJUAN
Dengan mempelajari serta membahas biografi salah satu tokoh islam ini yaituIbnu Taimiyah, maka kita dapat mengetahui tentang inbnu taimiyah itu sendiri, baik dari segi biogafi nya, maupun apa saja yang diajarkan oleh ibu taimiyah. Sehingga dapat menjadikan bahan acuan pengatahuan dalam bidang sejarah dan kebudayaan islam itu sendiri.


BAB    II
IBNU TAIMIYAH

1.      Biografi  Ibnu Taimiyah
Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taimiyah adalah seorang syaikh, hakim, dan khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani adalah seorang ulama yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al Qur'an (hafidz).
Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.
2.      Pemikiran ubny taimiyah
Membahas faham Wahhabi tak bisa lepas dari pemikiran Ibnu Taimiyyah. Pendiri faham Salafi yang hidup pada abad ketujuh hijriyah itu dalam banyak tulisan dan pidatonya menyebarkan pemikiran-pemikiran yang oleh para ulama dinyatakan menyimpang dan sesat. Dalam banyak kasus, saat ditanya banyak hal, dia memberikan jawaban yang tidak Islami. Para ulama di zaman itu meyakini bahwa Ibnu Taimiyah dan pemikirannya sangat berbahaya bagi umat Islam. Nasehat dan argumentasi ulama kepadanya tidak membuat pendiri faham Salafi ini mengubah pandangan. Dia tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa apa yang dia sampaikan benar dan dia tidak bisa divonis keluar dari Islam.
            Taqiyyuddin al-Subki (wafat tahun 756 H), ulama yang hidup sezaman dengan Ibnu Taimiyyah, mengatakan, "Dengan kedok mengikuti Kitab dan Sunnah Ibnu Taimiyyah menciptakan serangkaian bidah dalam akidah Islam. Dia telah merusak sendi-sendi Islam. Dia menentang kepercayaan seluruh umat Islam dan menyampaikan pandangan-pandangan yang meniscayakan jisim bagi Allah. Dengan pandangan-pandangan itu dia bahkan sudah keluar dari 73 golongan." (al-Durrah al-Mudhiiah)
Ibnu Taimiyyah mengaku mengikuti mazhab Imam Ahmad bin Hanbal. Dia adalah sosok yang berpikiran beku dan sangat fanatik dengan pendapatnya. Menolak metode pembahasan akal, logika, dan pendekatan filosofis adalah karakter utama tokoh yang kerap menolak pembahasan logika dengan cara-cara kasar dan tidak ilmiah ini.
            Paraulama berpendapat bahwa pandangan-pandangan Ibnu Taimiyyah tentang esensi ketuhanan dan berbagai topik pembahasan agama lainnya sangat lemah dan kekanak-kanakan. Hal itu menunjukkan bahwa dia tidak banyak mengerti ajaran agama Islam. Pendapat para ulama ini cukup beralasan. Sebab, dengan mencampakkan metode logika dan akal, Ibnu Taimiyyah secara praktis terjebak dalam pemikiran materi dan zhahiri. Sehingga, saat membahas tentang tauhid dan ketuhanan, pemikiran yang disampaikannya tidak memiliki landasan yang kokoh. Dia mengenalkan Tuhan sebagai wujud materi yang jasmani. Meski terperangkap dalam khayalan seperti itu, dia tetap mengaku diri sebagai Muslim dan mencerca siapa saja yang berseberangan dengannya bahkan menyebut mereka musyrik.
            Karya penulisan Ibnu Taimiyyah sangat banyak dan berjumlah puluhan jilid. Tapi tak ada satupun pemikirannya yang bermanfaat bagi umat Islam. Bahkan sebaliknya, pandangan-pandangannya yang bertentangan dengan agama justeru menyulut gejolak di tengah umat dan melukai perasaan mereka. Beberapa abad kemudian, pemikirannya yang menyimpang menjadi bibit yang melahirkan faham Wahhabi yang sangat berbahaya dan keji. Sejak awal kelahirannya hingga hari ini, kelompok Wahhabi hanya menebar kebencian, perpecahan, teror dan ratusan kejahatan di dunia Islam. Tak heran jika Islam sudah memperingatkan akan bahaya bidah dan menyebutnya sebagai dosa besar atau kabirah. Sebab, bidah dalam agama bisa mengakibatkan bahaya yang sangat besar. Mengenai bidah, Imam Ali as berkata, "Tidak ada yang menimbulkan kehancuran pada agama seperti bidah." Ayat 59 surat Yunus mengecam orang-orang yang menisbatkan kebohongan kepada Allah Swt dan membuat bidah.
Distorsi agama terkadang dilakukan dengan cara menambahkan sesuatu ke dalam agama atau dengan mengurangi apa yang ada padanya. Jika seseorang menisbatkan penambahan atau pengurangan itu kepada Allah atau Nabi-Nya berarti dia telah membuat bidah dalam agama. Sayid Mohsen Amin al-Amili mengenai bidah mengatakan, "Bidah adalah memasukkan sesuatu yang bukan dari agama ke dalam agama, seperti memubahkan sesuatu yang haram, mengharamkan yang mubah, atau mewajibkan yang bukan wajib dan mensunnahkan yang bukan sunnah." Artinya, bidah adalah perbuatan mengada-ada lalu menisbatkannya kepada agama. Orang yang membuat bidah dihukumi keluar dari agama Islam.
Allah Swt yang Maha Penyayang telah menurunkan syariat Islam sebagai aturan hidup umat manusia. Dia Maha Mengetahui apa yang diperlukan manusia dalam kehidupan dan untuk kebaikannya. Aturan yang diturunkannya berupa syariat ini mesti meliputi semua hal yang dibutuhkan manusia. Hal itu disinggung oleh al-Quran diantaranya ayat 40 surat Yusuf,"Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah kecuali kepadaNya. Inilah agama yang kokoh."
Firman Ilahi, Sunnah Nabi Saw dan sirah Ahlul Bait as adalah pelita terang yang memberi petunjuk kepada manusia akan jalan kebenaran. Imam Ali berkata, "Allah Swt telah mengutus para nabi supaya manusia melaksanakan janji mereka kepada-Nya, tidak melupakan anugerah nikmat-Nya, dan mengeluarkan pemikiran yang tersembunyi…" Janji ini adalah fitrah dan naluri jiwa. Dengan kata lain, para nabi diutus untuk mengajak manusia kepada tauhid dan penyembahan Tuhan Yang Esa.
Tauhid memang sering dipaparkan Ibnu Taimiyyah dalam pandangan-pandangannya. Namun tauhid yang dia maksudkan justeru sarat dengan hal-hal menyimpang tentang Allah, ziarah kubur, tawassul, syafaat, tabarruk dan masalah-masalah lainnya. Pandangan yang menyimpang itu dipaparkannya dengan menyebutnya sebagai akidah Islam yang murni. Dengan mencermati berbagai kepercayaan dan pandangan Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab kita akan menyimpulkan bahwa kedua tokoh pemikiran menyimpang itu ingin menjauhkan umat Islam dari para wali dan kekasih Allah, khususnya Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya.  Hal itu tak lain adalah program utama yang ingin dilaksanakan musuh-musuh Islam sejak kemunculan agama ini atau setidaknya semenjak Nabi Saw meninggal dunia.
Padahal, dalam banyak kesempatan Rasulullah Saw mewanti-wanti umatnya untuk berpegangan pada dua pusaka beliau yaitu Kitabullah dan Ahlul Bait. Kedua pusaka itulah yang menjamin keselamatan umat. Bidah yang dibuat oleh kaum Salafi mengingatkan kita kepada ayat 70 surat al-Baqarah yang menyebutkan, "Celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka lalu mengatakan kepada orang-orang bahwa ini turun dari sisi Allah."
Salah satu hal yang menarik adalah bahwa pemikiran Ibnu Taimiyyah yang menyimpang bahkan tak diikuti oleh para pendukungnya sendiri. Misalnya, setelah kematian Ibnu Taimiyyah, mereka melakukan hal-hal yang mereka anggap syirik terhadap diri pemimpin Salafi ini. Ibnu Katsir, ulama mazhab Syafii mengenai apa yang dilakukan para pengikut Salafi terhadap jenazah Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Sebelum jenazah Ibnu Taimiyyah dimandikan, sekelompok orang duduk di sisi jasad itu sambil membaca al-Quran. Mereka menciumnya dan bertabarruk dengannya lalu pergi. Kemudian datang kelompok perempuan dan melakukan hal yang sama. Orang-orang melepaskan serban dan pakaian mereka lalu melemparkannya ke atas keranda Ibnu Taimiyyah untuk bertabarruk. Sebagian orang mengambil air bekas memandikan jenazah itu lalu meminumnya. Sebagian membagi-bagikan air bidara bekas memandikan jenazah di antara mereka." (al-Bidayah wa al-Nihayah)
Orang-orang Wahhabi yang telah membuat banyak bidah dalam agama telah menutup akal. Mereka menolak kemajuan sains yang sebenarnya merupakan kemajuan umat manusia. Alasannya adalah hasil teknologi dan sains hanya menjauhkan manusia dari Allah dan ibadah. Padahal, Islam tidak menolak kemajuan zaman selama tidak bertentangan dengan agama.
Banyak ulama yang menyamakan Wahhabi di zaman ini dengan kaum Khawarij di zaman permulaan Islam. Khawarij pertama kali menunjukkan eksistensinya di masa khilafah Imam Ali as. Mereka menentang Ali dan merasa lebih mukmin dari beliau. Sama dengan Wahhabi, kelompok ini menutup akal dan pemikiran nalar. Akibatnya, mereka salah dalam memahami Islam, al-Quran dan Sunnah. Mereka juga rajin menyematkan label kafir kepada kelompok Muslim yang lain dan merasa berhak atas darah dan harta mereka. Sementara, Islam yang sesungguhnya adalah ajaran yang mengikuti al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. Dalam salah satu hadisnya, Rasul Saw bersabda, "Ketahuilah bahwa sebaik-baik sesuatu adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah bidah (yang tidak berasaskan Kitab dan Sunnah), dan setiap bidah adalah kesesatan." (IRIB Indonesia)

3.      Perkembangan dan Hasrat Keilmuan Ibnu Taimiyah
Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo, Suriah yang sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, iapun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama tersebut berkata: "Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah sepertinya".
Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar dan menggali ilmu, terutama tentang Al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
4.      Kepribadian Ibnu Taimiyah
Dia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
Sangat luar biasa, tidak hanya di lapangan ahli ilmu pengetahuan saja ia terkenal, ia juga pernah memimpin sebuah pasukan untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab, dekat kota Damaskus, pada tahun 1299 Masehi dan beliau mendapat kemenangan yang gemilang. Pada Februari 1313, beliau juga bertempur di kota Jerussalem dan mendapat kemenangan. Dan sesudah karirnya itu, beliau tetap mengajar sebagai profesor yang ulung

5.      Pendidikan dan Karya Ibnu Taimiyah
Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf . Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam

6.      Wafatnya nya Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin"[3] . Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin.
Jenazahnya disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.












BAB    III
PENUTUP


Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.
Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin"[3] . Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin.






1 komentar:

  1. YouTube, Twitch and YouTube.com Videos, Reviews, Videos + more
    Follow the most popular YouTube channel, YouTube, YouTube videos. Discover new videos, albums, streamers, and much more. youtube to mp3 converter android

    BalasHapus