BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Abul Abbas
Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja (lahir: 22 Januari 1263/10 Rabiul
Awwal 661 H –
wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga
generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para
Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang
terbaik untuk kehidupan Islam.
2.
RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan diatas
maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.
Bagaimana
biografi atau perjalanan idup ibnu taimiyah?
2.
Apa saja ajaran
yang di ajarkan oleh ibnu taimiyah?
3.
TUJUAN
Dengan mempelajari serta membahas
biografi salah satu tokoh islam ini yaituIbnu Taimiyah, maka kita dapat
mengetahui tentang inbnu taimiyah itu sendiri, baik dari segi biogafi nya,
maupun apa saja yang diajarkan oleh ibu taimiyah. Sehingga dapat menjadikan
bahan acuan pengatahuan dalam bidang sejarah dan kebudayaan islam itu sendiri.
BAB II
IBNU
TAIMIYAH
1.
Biografi Ibnu
Taimiyah
Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya
Syihabuddin bin Taimiyah adalah seorang syaikh, hakim, dan khatib. Kakeknya
Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani adalah
seorang ulama yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al
Qur'an (hafidz).
Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan
pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu
Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan
serbuan tentara Mongol atas Irak.
2.
Pemikiran ubny taimiyah
Membahas
faham Wahhabi tak bisa lepas dari pemikiran Ibnu Taimiyyah. Pendiri faham
Salafi yang hidup pada abad ketujuh hijriyah itu dalam banyak tulisan dan
pidatonya menyebarkan pemikiran-pemikiran yang oleh para ulama dinyatakan
menyimpang dan sesat. Dalam banyak kasus, saat ditanya banyak hal, dia
memberikan jawaban yang tidak Islami. Para ulama di zaman itu meyakini bahwa
Ibnu Taimiyah dan pemikirannya sangat berbahaya bagi umat Islam. Nasehat dan
argumentasi ulama kepadanya tidak membuat pendiri faham Salafi ini mengubah
pandangan. Dia tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa apa yang dia sampaikan
benar dan dia tidak bisa divonis keluar dari Islam.
Taqiyyuddin al-Subki (wafat tahun 756
H), ulama yang hidup sezaman dengan Ibnu Taimiyyah, mengatakan, "Dengan
kedok mengikuti Kitab dan Sunnah Ibnu Taimiyyah menciptakan serangkaian bidah
dalam akidah Islam. Dia telah merusak sendi-sendi Islam. Dia menentang
kepercayaan seluruh umat Islam dan menyampaikan pandangan-pandangan yang
meniscayakan jisim bagi Allah. Dengan pandangan-pandangan itu dia bahkan sudah
keluar dari 73 golongan." (al-Durrah al-Mudhiiah)
Ibnu
Taimiyyah mengaku mengikuti mazhab Imam Ahmad bin Hanbal. Dia adalah sosok yang
berpikiran beku dan sangat fanatik dengan pendapatnya. Menolak metode
pembahasan akal, logika, dan pendekatan filosofis adalah karakter utama tokoh
yang kerap menolak pembahasan logika dengan cara-cara kasar dan tidak ilmiah
ini.
Paraulama berpendapat bahwa
pandangan-pandangan Ibnu Taimiyyah tentang esensi ketuhanan dan berbagai topik
pembahasan agama lainnya sangat lemah dan kekanak-kanakan. Hal itu menunjukkan
bahwa dia tidak banyak mengerti ajaran agama Islam. Pendapat para ulama ini
cukup beralasan. Sebab, dengan mencampakkan metode logika dan akal, Ibnu
Taimiyyah secara praktis terjebak dalam pemikiran materi dan zhahiri.
Sehingga, saat membahas tentang tauhid dan ketuhanan, pemikiran yang
disampaikannya tidak memiliki landasan yang kokoh. Dia mengenalkan Tuhan
sebagai wujud materi yang jasmani. Meski terperangkap dalam khayalan seperti
itu, dia tetap mengaku diri sebagai Muslim dan mencerca siapa saja yang
berseberangan dengannya bahkan menyebut mereka musyrik.
Karya penulisan Ibnu Taimiyyah sangat
banyak dan berjumlah puluhan jilid. Tapi tak ada satupun pemikirannya yang
bermanfaat bagi umat Islam. Bahkan sebaliknya, pandangan-pandangannya yang bertentangan
dengan agama justeru menyulut gejolak di tengah umat dan melukai perasaan
mereka. Beberapa abad kemudian, pemikirannya yang menyimpang menjadi bibit yang
melahirkan faham Wahhabi yang sangat berbahaya dan keji. Sejak awal
kelahirannya hingga hari ini, kelompok Wahhabi hanya menebar kebencian,
perpecahan, teror dan ratusan kejahatan di dunia Islam. Tak heran jika Islam
sudah memperingatkan akan bahaya bidah dan menyebutnya sebagai dosa besar atau
kabirah. Sebab, bidah dalam agama bisa mengakibatkan bahaya yang sangat besar.
Mengenai bidah, Imam Ali as berkata, "Tidak ada yang menimbulkan
kehancuran pada agama seperti bidah." Ayat 59 surat Yunus mengecam
orang-orang yang menisbatkan kebohongan kepada Allah Swt dan membuat bidah.
Distorsi
agama terkadang dilakukan dengan cara menambahkan sesuatu ke dalam agama atau
dengan mengurangi apa yang ada padanya. Jika seseorang menisbatkan penambahan
atau pengurangan itu kepada Allah atau Nabi-Nya berarti dia telah membuat bidah
dalam agama. Sayid Mohsen Amin al-Amili mengenai bidah mengatakan, "Bidah
adalah memasukkan sesuatu yang bukan dari agama ke dalam agama, seperti
memubahkan sesuatu yang haram, mengharamkan yang mubah, atau mewajibkan yang
bukan wajib dan mensunnahkan yang bukan sunnah." Artinya, bidah adalah
perbuatan mengada-ada lalu menisbatkannya kepada agama. Orang yang membuat
bidah dihukumi keluar dari agama Islam.
Allah
Swt yang Maha Penyayang telah menurunkan syariat Islam sebagai aturan hidup
umat manusia. Dia Maha Mengetahui apa yang diperlukan manusia dalam kehidupan
dan untuk kebaikannya. Aturan yang diturunkannya berupa syariat ini mesti
meliputi semua hal yang dibutuhkan manusia. Hal itu disinggung oleh al-Quran
diantaranya ayat 40 surat Yusuf,"Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia
telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah kecuali kepadaNya. Inilah agama
yang kokoh."
Firman
Ilahi, Sunnah Nabi Saw dan sirah Ahlul Bait as adalah pelita terang yang
memberi petunjuk kepada manusia akan jalan kebenaran. Imam Ali berkata,
"Allah Swt telah mengutus para nabi supaya manusia melaksanakan janji
mereka kepada-Nya, tidak melupakan anugerah nikmat-Nya, dan mengeluarkan
pemikiran yang tersembunyi…" Janji ini adalah fitrah dan naluri jiwa.
Dengan kata lain, para nabi diutus untuk mengajak manusia kepada tauhid dan
penyembahan Tuhan Yang Esa.
Tauhid
memang sering dipaparkan Ibnu Taimiyyah dalam pandangan-pandangannya. Namun
tauhid yang dia maksudkan justeru sarat dengan hal-hal menyimpang tentang
Allah, ziarah kubur, tawassul, syafaat, tabarruk dan masalah-masalah lainnya.
Pandangan yang menyimpang itu dipaparkannya dengan menyebutnya sebagai akidah
Islam yang murni. Dengan mencermati berbagai kepercayaan dan pandangan Ibnu
Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab kita akan menyimpulkan bahwa kedua
tokoh pemikiran menyimpang itu ingin menjauhkan umat Islam dari para wali dan
kekasih Allah, khususnya Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya. Hal itu tak
lain adalah program utama yang ingin dilaksanakan musuh-musuh Islam sejak
kemunculan agama ini atau setidaknya semenjak Nabi Saw meninggal dunia.
Padahal,
dalam banyak kesempatan Rasulullah Saw mewanti-wanti umatnya untuk berpegangan
pada dua pusaka beliau yaitu Kitabullah dan Ahlul Bait. Kedua pusaka itulah
yang menjamin keselamatan umat. Bidah yang dibuat oleh kaum Salafi mengingatkan
kita kepada ayat 70 surat al-Baqarah yang menyebutkan, "Celakalah
orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka lalu mengatakan kepada
orang-orang bahwa ini turun dari sisi Allah."
Salah
satu hal yang menarik adalah bahwa pemikiran Ibnu Taimiyyah yang menyimpang
bahkan tak diikuti oleh para pendukungnya sendiri. Misalnya, setelah kematian
Ibnu Taimiyyah, mereka melakukan hal-hal yang mereka anggap syirik terhadap
diri pemimpin Salafi ini. Ibnu Katsir, ulama mazhab Syafii mengenai apa yang
dilakukan para pengikut Salafi terhadap jenazah Ibnu Taimiyyah mengatakan,
"Sebelum jenazah Ibnu Taimiyyah dimandikan, sekelompok orang duduk di sisi
jasad itu sambil membaca al-Quran. Mereka menciumnya dan bertabarruk dengannya
lalu pergi. Kemudian datang kelompok perempuan dan melakukan hal yang sama. Orang-orang
melepaskan serban dan pakaian mereka lalu melemparkannya ke atas keranda Ibnu
Taimiyyah untuk bertabarruk. Sebagian orang mengambil air bekas memandikan
jenazah itu lalu meminumnya. Sebagian membagi-bagikan air bidara bekas
memandikan jenazah di antara mereka." (al-Bidayah wa al-Nihayah)
Orang-orang
Wahhabi yang telah membuat banyak bidah dalam agama telah menutup akal. Mereka
menolak kemajuan sains yang sebenarnya merupakan kemajuan umat manusia.
Alasannya adalah hasil teknologi dan sains hanya menjauhkan manusia dari Allah
dan ibadah. Padahal, Islam tidak menolak kemajuan zaman selama tidak
bertentangan dengan agama.
Banyak
ulama yang menyamakan Wahhabi di zaman ini dengan kaum Khawarij di zaman
permulaan Islam. Khawarij pertama kali menunjukkan eksistensinya di masa
khilafah Imam Ali as. Mereka menentang Ali dan merasa lebih mukmin dari beliau.
Sama dengan Wahhabi, kelompok ini menutup akal dan pemikiran nalar. Akibatnya,
mereka salah dalam memahami Islam, al-Quran dan Sunnah. Mereka juga rajin
menyematkan label kafir kepada kelompok Muslim yang lain dan merasa berhak atas
darah dan harta mereka. Sementara, Islam yang sesungguhnya adalah ajaran yang
mengikuti al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. Dalam salah satu hadisnya, Rasul Saw
bersabda, "Ketahuilah bahwa sebaik-baik sesuatu adalah Kitabullah, dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sedangkan seburuk-buruk perkara
adalah bidah (yang tidak berasaskan Kitab dan Sunnah), dan setiap bidah adalah
kesesatan." (IRIB Indonesia)
3.
Perkembangan dan Hasrat Keilmuan Ibnu Taimiyah
Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda
kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera
menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh
dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para
tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun,
ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits,
dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali,
kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak,
pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo, Suriah yang sengaja
datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya
menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan
belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya
secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa
sanad, iapun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya,
sehingga ulama tersebut berkata: "Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak
mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah
sepertinya".
Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di
tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca
sepuas-puasnya kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya
untuk belajar dan belajar dan menggali ilmu, terutama tentang Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi.
4.
Kepribadian Ibnu Taimiyah
Dia adalah orang yang keras pendiriannya
dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika
dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah
yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau
kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku
lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku
untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
Sangat luar biasa, tidak hanya di lapangan
ahli ilmu pengetahuan saja ia terkenal, ia juga pernah memimpin sebuah pasukan
untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab, dekat kota Damaskus, pada tahun 1299
Masehi dan beliau mendapat kemenangan yang gemilang. Pada Februari 1313, beliau
juga bertempur di kota Jerussalem dan mendapat kemenangan. Dan sesudah karirnya
itu, beliau tetap mengajar sebagai profesor yang ulung
5.
Pendidikan dan Karya Ibnu Taimiyah
Di Damaskus ia belajar pada banyak guru,
dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat
(ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan
mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan
usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari
periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang
lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), ia
memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan
kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh,
ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf . Sehari semalam ia mampu menulis
empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang
syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi
bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal
adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam
6.
Wafatnya nya Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara
Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal
Muttaqina fi jannatin wanaharin"[3] . Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari,
mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728
H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal
Al-Islam Syarafuddin.
Jenazahnya disalatkan di masjid Jami`Bani
Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara
serta para penduduk.
BAB III
PENUTUP
Ibnu Taimiyah
lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu
Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan
serbuan tentara Mongol atas Irak.
Semenjak kecil
sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera
menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh
dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para
tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun,
ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits,
dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali,
kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Ibnu Taimiyah
wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya
Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal
Muttaqina fi jannatin wanaharin"[3] . Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari,
mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728
H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal
Al-Islam Syarafuddin.
YouTube, Twitch and YouTube.com Videos, Reviews, Videos + more
BalasHapusFollow the most popular YouTube channel, YouTube, YouTube videos. Discover new videos, albums, streamers, and much more. youtube to mp3 converter android