BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tarekat
adalah beramal dengan syariat
dengan mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan)
serta menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang
tidak sebaiknya dipermudah, menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir
dan batin, melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya, meninggalkan semua
larangan-Nya baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia, melaksanakan
semua ibadah fardlu dan sunah, yang semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan
bimbingan seorang guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya
(layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa
tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat
walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh,
maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang
wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan
menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai
manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari
seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju
Allah (ma’rifatullah) maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide
yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya
akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita
berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan
besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Namun
mursyid dalam tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah saja, tapi juga
secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang
murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT.
Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah
sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri
oleh seseorang yang telah punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa
kendaraannya dengan beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tasawuf dapat dipraktekkan dalam setiap keadaaan di
mana manusia menemukan dirinya, dalam kehidupan tradisional maupun modern.
Tarekat adalah salah satu wujud nyata dari tasawuf. Ia lebih bercorak tuntunan
hidup praktis sehari-hari daripada corak konseptual yang filosofis. Jika salah
satu tujuan tasawuf adalah al-Wushul ila Allah SWT (sampai kepada Allah) dalam
arti ma’rifat, maka tarekat adalah metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh
untuk mencapai tujuan tasawuf tersebut.
Tarekat berarti jalan seorang salik (pengikut
tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri, atau perjalanan yana
ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan.
Orang yang bertarekat harus dibimbing oleh guru yang disebut mursyid
(pembimbing) atau Syaikh. Syaikh atau mursyid inilah yang bertanggung jawab
terhadap murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah serta rohaniah dan pergaulan
sehari-hari. Bahkan ia menjadi perantara (washilah) antara murid dan Tuhan
dalam beribadah.
Karena itu, seorang Syaikh haruslah sempurna dalam
ilmu syariat dan hakekat. Di samping itu, untuk (dapat) wenjadi guru, ustadz
atau Syaikh diperlukan syarat- syarat tertentu yang mencerminkan sikap orang
tua yang berpribadi akhlak karimah dan budi pekerti yang luhur.
1.2 Rumusan Masalah
Tarekat yang berkembang di Indonesia khusus nya
banyak sekali tapi penulis member batasan masalah hanya sebatas Tarekat
Qodariyah , Tarekat Syadziliyah Dan Tarekat Khalawatiyah saja, adapun yang akan
dibahas dalam makalah ini ialah:
1.
Bagai mana
sejarah munculnya Tarekat Qodariyah , Tarekat Syadziliyah Dan Tarekat
Khalawatiyah?
2.
Siapa sajakah
tokoh-tokoh dari aliran Tarekat Qodariyah , Tarekat Syadziliyah Dan Tarekat
Khalawatiyah?
3.
Apa saja ajaran
yang diajarkan/ dikembangkan dalam Tarekat Qodariyah , Tarekat Syadziliyah Dan
Tarekat Khalawatiyah?
1.3
Tujuan
Dengan membehas sejarah, nama-nama tokoh, serta
mengetahui ajaran yang dikembangkan dalam Tarekat Qodariyah, Tarekat
Syadziliyah Dan Tarekat Khalawatiyah masing-masing, kita dapat membedakan atau
membandingkannya, sehingga diharapkan dapat menjadikan acuan agar lebih focus
dalam beribadah kita, terutama dalam bidang tasawuf.
BAB II
TAREKAT
QODARIYAH , TAREKAT SYADZILIYAH DAN TAREKAT KHALAWATIYAH
2.1
Tarekat Qodariyah
2.1.1
Sejarah Lahirnya
Tarekat Qodariyah
Qadiriyah adalah nama tarekat
yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abdul Qaddri Jilani, yang terkenal
dengan sebutan Syaikh Abd. al-Qadir al-Ghawsts atau quthb al-auliya. Tarekat
ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam kerana
tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal
muncul berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Kendati struktur organisasinya
baru muncul beberapa dekade setelah beberapa dekade setelah kematiannya, semasa
hidup sang Syaikh telah memberikan pengaroh yang amat besar pada pemikiran dan
sikap umat Islam. Dia dipandang sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan
pencerahan spiritual. Namun generasi selanjutnya mengembangkan sekian banyak
lagenda yang berkisar pada aktivitas spiritualnya, sehingga muncul berbagai
kisah ajaib tentang dirinya.
Konstribusinya terhadap
tradisi spiritualitas dalam Islam memang amat besar karena Syaikh Abdul Qadir
yang pertama kali mendirikan gerakan spiritual yang bersifat masif dan
terorganisasi dengan baik. Sebelum Syaikh Abd Qadir, Spiritualitas bersifat
individu dan belum tersturktur, di samping itu, beberapa pendiri tarekat
seperti Khawjah Muin al-Din al-Khisi dan Syaikh Najib al-din Abd al-Qahir
Suhrawardi terpengaruh oleh ajaran-ajarannya dan ungkapan para sahabatnya.
Di Indonesia Tarekat
Qadiriyah berkembang dengan baik, bahkan bercabang seperti Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dipelopori oleh syeikh
Sambas dan sampai sekarang tarekat inilah yang lebih yang lebih populer dibandingkan
dengan Tarekat Qadiriyah itu sendiri. Kini,
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, yang cukup terkenal adalah tarekat
yang dipimpin oleh Abah Anom di Tasikmalaya. Abah Anom mengembangkan tarekat
ini di sampng untuk membersikan diri juga untuk menyembukan para pecandu
narkoba.
2.1.2
Ajaran dan
Praktik Tarekat Qodariyah
1.
Aspek Ajaran
Pada dasarnya ajaran
syaikh Abd al-Qadir tidak ada perbedaan yang mendasa dengan ajaran pokok Islam,
terutama golongan Ahlusunnnah Wal jamaah. Sebab, Syeikh Abdul Qadir adalah sangat
menghargai pendiri mazhab-mazhab fikihyang empat dan eologi Asy’ariyah. Dia
sangat menekankan pada tauhid dan akhlak yang terpuji. Menurt al-Sya’rani bahwa
bentuk karakter Tarekat Syaikh Abd Qadir Jilani adalah tauhid, sedangkan
pelaksanaannya tetap menempuh jalur syariat lahir dan batin. Syaikh berkata
kepada para sahabatnya, “kalian jangan berbuat bid’ah. Taatlah kalian, jangan
menyimpang”. Ucapannya yang lain: “jika padamua berlaku sesuatu yang telah
menimpang dari batas-batas syariat, ketahuilah bahwa kalian dilanda fitnah,
syetan telah mempermainkanmu. Maka kembalilah kepada hukum syariat dan
berpeganglah, tinggalkan hawa nafsu, karena segalah sesuatu yang tidak dibenarkan
syariat adalah batil.
Adapun ajaran spiritual
Syaikh Abd Qarid berakar pada konsep tentang dan pengalamannya akan Tuhan.
Baginya, Tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun abstrajsu logis,
melainkan merupakan sebuah pribadi yang kehadiran-Nya merengkh seluruh
pengalaman etis, intelektual, dan estesis seorang manusia. Ia selalu merasakan
bahwa Tuhan senantiasa hadir. Kesadaran akan kehadiran Tuhan di segenap ufuk
kehidupan merupakan tuntutan dan motif bagi kebangunan hidup yang aktif
sekaligus memberikan nilai transeden pada kehidupan. Nasihat Rasulullah dalam
hadis, “sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak
dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa ia melihatmua,” merupakan semboyan, yang
diterjemahkan dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Ajaran Syaikh Abd Qadir
selalu menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu, dia
memberikan beberapa peunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tertinggi. Adapun
beberapa ajarar tersebut adalah:
a.
Taubat
b.
Zuhud
c.
Tawakal
d.
Syukur
e.
Ridha
f.
Jujur
2.
Aspek
Praktik/Praktis
Di antara praktik
spiritual yang diadopsi oleh Tarekat Qadiriyah adalah zikir (terutama
melantunkan asma Allah berulang-ulan). Dalam pelaksanaannya terdapat
berbagai tindakan penekanan dan intensitas. Ada zikir yang terdiri atas satu,
dua, tiga dan empat. Zikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan
mengulang-ulang asma Allah melalui tarikan napas panjang yan kua, seakan
dihela dari tempat yang tinggi, diikuti penekanan dari jantung dan tenggorakan,
kemudian dihentikan sehingga napas kembali normal. Hal ini haru diulang secara
konsisten untuk waktu yang lama.
Setelah melakukan
zikir, tarekat menganjurkan untuk melakukan apa yang disebut sebagai pas-i
anfas, yakni mengatur napas sedemikian rupa sehingga dalam proses
menarik dan menghembuskan napas, asma Allah bersirkulasi dalam tubuh
secara otomatis. Kemudian, ini diikuti dengan muraqabah atau kentemplasi.
Dianjurkan untuk berkonsentrasi pada sejumlah ayat al-Quran atau pun
sifat-sifat ilahiah tertentu hingga sungguh-sungguh terserap ke dalam
kontemplasi.
Membaca zikir atau
wirid asma Allah merupakan cara dalam pembersihan untuk mencapai sifat
Allah, yakni bersifat dengan sifat-sifatnya yang mulia sehingga mencapai
derajat insan kamil
2.1.3
Proses darivasi
Tarekat Qodariyah
Menurut Trimingham
sebagaimana dikutip oleh Martin van Buinessen, mengatakan bahwa sekitar tahun
1300 Tarekat Qadiriyah sudah mapan di Irak dan Suriah, tetapi masih kecil belum
disebarluaskan ke luar wilayah ini. Baru satu abad kemudian tarekat ini masuk ke
anak benua India untuk pertama kalinya dan baru mulai berkembang menjelang
akhir abad ke 15. Pada masa yang sama, tarekat ini juga mulai berkembang di
Afrika Utara. Sekitar tahun 1550, tarekat ini dibawa ke Afrika Timur. Di Turki
Tarekat Qadiriyah baru masuk awal abad ke 17, dan kemudian berkembang setelah
abad tersebut. Tokoh besarnya Isma’il Rumi (wafat 1643) mendirikan tidak kurang
dari 40. Beberapa dasawarsa kemudian, Tarekat Qadiriyah sudah tersebar di
seluruh Asia Kecil dan Eropah Timur.
Proses masuknya Tarekat Qadiriyah
ke Indonesia dikisahkan lewat penyair besar Hamzah Fansuri. Ia mendapatkan khilafah
(ijazah untuk mengajar) ilmu Syaikh Abd Qadir ketika bermukim di Ayuthia, ibu
kota Muangthai (orang Persia dan India menamakannya, dalam bahasa Parsi,
Syahr-i Naw, “Kota Baru”). Hal ini dapat dibuktikan adanya bait yang berbunyi
Hamzah nin asalnya Fansur
mendapat wujud di tanah Syahr Nawi
beroleh khilafat yang asli
daripada Abdul Qadir Jilani.
Namun, ada pendapat lain bahwa
Hamzah Fansuri mendapatkan khilafat di Baghdad, tetapi yang pasti beliau
adalah orang Indonesia pertama yang menganut Tarekat Qadiriah dan Qadiriyah
adalah tarekat pertama yang disebut dalam sumber-sumber pribumi. Pada waktu
itu, beliau berziarah ke makan Syaikh Abd al-Qadir Jilani. Hal itu bisa dilihat
dalam syair berikut:
Syeikh al-Fansuri
terlalu ‘ali
Beroleh
kilafar di benua baghdad
Indikasi bahwa Tarekat
Qadiriyah bertahan di Ache setelah Hamzah, sekitar tahun 1645, Syeikh Yusuf
Makassar singgah di Aceh dalam perjalanannya di Sulawesi ke Makkah dan ia masuk
Tarekat Qadiriyah di sana, seperti yang ditulisnya dalam Risalah Safinah al-Najat.
Namus sebenarnya
pengaruh Tarekat Qadiriyah sudah sejak lama di Jawa sebelum Hamzah Fansur
walaupun kita tidak mempunyai Informasi yang tepat, menurut tradisi rakyat
daerah Cirebon, Syaikh Abd al-Qadir Jilani sendiri pernah datang ke Jawa,
bahkan orang dapat menunjukkan makamnya.
Juga terdapat indikasi
lain bahwa pengaruh Qadiriyah ada ni Banten
dengan adanya pembacaan kitab-kitab Manaqib Syaikh Abd Qadir Jilani pada
kesempatan tertentu yang sudah sejak lama menjadi bagian dari kehidupan beragama
di sana.
3
2.2
Tarekat
Syadziliyah
2.2.1
Sejarah lahirnya
Tarekat Syaziliyah
Tarekat Syadziliyah tak
dapat dilepaskan hubungannya dengan pendirinya, yakni Abu al-Hasan al-Syadzili.
Selanjutnya nama tarekat ini dinisbahkan kepada namanya Syadziliyah yang mempunyai ciri khusus yang berbeda
dengan tarekat-tarekat yang lain.
Secara lengkap nama
pendirinya adalah Ali bin Abdullah bin Abd. Al-Jabbar Abu al-Hasan al-Syadzili.
Silsilah keturunannya mempunyai
hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan
dengan demikian berarti juga keturunan
Siti Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad SAW.
Menurut Ibn Athaillah,
Ada Perbedaan pendapat nasab al-Hasan al-Syadzili. Murid-murid dan para pencintanya
menasabkannya kepada orang-orang yang terhormat dan menyatukannya nasabnya
kepada al-Hasan bin Abi Talib, meskipun mereka masih berbeda pendapat tentang
nama nenek moyangnya apakah Hasan atau Husain? ada yang menasabkannya bukan
kepada Hasan. Al-Jami’ misalnya, menasabkan al-Syadzili kepada al-Husain bin Ali bin Abi
Thalib dan bukan kepada Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Pendidikannya
dimul[1]ai
dari kedua orang tuanya, dan kemudian dilanjutkan ke pendidikan lebih lanjut,
yang mana di antara guru kerohaniannyaadalah ulama besarAbd. Al-Salam bin Masyisi
(wafat 628 H/1228M) yang juga dikenal sebagai “Quthb dari Quthb para Wali “.
Atas nasihatnyalah As-Syadzili
meninggalkan Fez menuju ke Tunisia. Di daerah yangbaru itu ia banyak bertemu
dan bertukar pikiran dengan para ulama dan para sufi. Dan tanpa di
duganyamasyarakat menyambutnya dengan sambutan yang luar biasa. Namun kemudian As-Syadzili pergi ke pergunungan Zaghwan
dengan ditemani oleh Abdullah bin Salamah al-Habibi dan berkhalwat di sini.
Setelah dilakukan
perlatihan spiritual,
berkhalwat di Jabal Zaghwan itu, ia mendapat perintah dalam sebuah penglihatan
spiritual untuk
mengajarkan Tasawuf. Ia kemudian
kembali lagi kemasyarakat dan menyampaikan dakwah membangun sebuah Zawiyah di
tunisia pada 625 H/ 1228M.
2.2.2
Perkembangan dan
Ajaran Serta Cabang Tarekat Syaziliyah
Berdasarkan ajaran yang
diturunkan al-Syadzili kepada para muridnya, kemudian terbentuk tarekat yang dinisbahkan
kepadanya, yaitu Tarekat Syadziliyah.
Tarekat ini berkembang dengan pesat antara lain di Tunisia, Mesir,Al-Jazair, Sudan, Suriah dan semenanjung
Arabia, Juga di Indonesia (khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jika tarekat ini
dinisbahkan dan merupakan manifestasi dari ajaran al-Syadzili,maka ia dapat
dipahami bahwa tarekat ini mewarisi dua tradisi sekaligus, yaitu tradisi
Baghdad dan Maghribi. Mewarisi tradisi Baghdad kerana al-Syadizili pernah
mengadakan lawatan spiritual
ke Baghdad untuk mencari Syaikh dan Qutb dan kemudian bertemu Syeikh al-Wasithi. Sementara
dikatakan mewarisi tradisi Maghribi, sudah jelas karena tarekat ini berasal
dari daerah Maghribi dan
guru-guru al-Syadzili juga berasal dari daerah Maghribi.
Sepeninggal As-Syadzili, kepimpinan tarekat ini
diteruskan oleh Abu al-Abbas al-Mursi yang ditunjuk langsung oleh al-Syadzili.
Ia merupakan murid kepada al-Syadzili. Nama lengkapnya adalah ahmad ibn Umar
ibn Ali al-Ansori al-Mursi, terlahir di Murcia, Spanyol pada 616H/1219M, dan
meninggal pada 686 H/ 1287 M di Alexandria. Di kota kelahirannya itu, juga
lahir sufi dan ulama terkenal Ibn al-Arabi dan Ibn Sab’in.
Diantara murid-muridnya
adalah al-Busyiri (wafat 649 H /1295 M) penyair Mesir yang berasal dari Barber,
yang amat terkenal dengan dua syairnya berupa puji-pujian kepada Nabi Muhammad
yakni al-Burdah (syair jubah) dan Hamziyyah. Muridnya yang lain adalah Syeikh Najm al-din al-Isfahani (Wafat 721 H/1321
M) murid Al-Mursi berkebangsaan Persia yang lama menetap di
Makkah dan menyebarkan
ajaran Syadziliyah kepada jemaah haji. Termasuk murid Mursi ialah Ibn Ataillah
(wafat 70H/ 1309M) guru ketiga yang terkemuka dari rantai silsilah tarekat ini.
Ia merupakan Syeikh pertama yang menuliskan ajaran, pesan-pesan serta doa-doa Al-Syadzili dan Al-Mursi.
2.2.3
Pandangan Hidup
Pemikiran Pendiri Tarekat Syaziliyah
Tarekat Syadziliyah adalah salah satu tarekat
yang besar di samping Tarekat
Qadiriyah,
Rifaiyah, Naqsyabandiah dan Suhrawardiyah. Tarekat Syadziliyah
adalah tarekat yang paling layakdisejajarkan dengan Tarekat Qadiriyah dalam hal
penyebarannya. Ibn Ataillah mengemukan bahwa Al-Syadzili adalah orang yang ditetapkan
oleh Allah SWT. sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW.
Al-Syadzili tidak
menuliskan ajaran-ajarannya dalam sebuah kitab karya tulis. Diantara
sebab-sebabnya adalah karena kesibukannya melakukan pengajaran-pengajaran
terhadap murid-muridnya yang sangat banyak dan sesungguhnya ilmu-ilmu tarekat
itu adalah ilmu hakikat,
oleh karena itulah akal manusia tidak mampu menerimanya. Ajaran-ajarannya dapat
diketahui dari para muridnya misalnya tulisan Ibn Ataillah Al-Iskandari. Ketika Al-Syadzili
ditanya perihal mengapa ia tak mau menuliskan ajaran-ajarannya, maka ia
menjawab, “Kutubi Ashabi” yang artinya kitab-kitabku adalah sahabat-sahabtku”.
Ini
pemikiran-pemikiran tarekat-tarekat Al-Syadziliyah:
a.
Tidak menganjurkan kepada murid-muridnya
untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan
dan kendaraan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa
syukur kepada Allah SWT. dan mengenal rahmat ilahi. Meninggalkan dunia yang
berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur, dan berlebih-lebihan dalam
memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan
nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
b.
Tidak mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi
yang menempuh jalur tasawwuf hampir searah dengan al-Ghazali, yakni suatu
tasawwuf yang berlandaskan kepada al-Quran dan al-Sunnah, mengarah pada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyatun
nafs) dan pembinaan moral (akhlaq),
suatu tasawuf yang dinilai cukup moderat.
c.
Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia
karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang
melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku
syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak
kenal puas. Semua itu hanyalahpermainan (al’aab)dan senda gurau (al-lahw) yang akan
melupakan Allah. Dunia yang semacam inilah yang dibenci para sufi.
d.
Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk
menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta
yang dimilikinya. Seorang salik boleh tetap mencari harta kekayaan, namun
jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia, tiada
kesedihan ketika harta hilang dan tiada kesenangan berlebihan ketika harta
datang. Sejalan dengan itu pula, seorang salik tidak harus memakai baju lusuh
yang tidak berharga, yang akhirnya hanya akan menjatuhkan martababtnya.
Dankonon dengan konsepnya ini, banyak kalangan usahawan-usahawan tertarik
menjadi pengikut ajaran Al-Syadzili.
e.
Berusaha merespons apa yang sedang
mengancam kehidupan ummat,
berusaha menjambatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak
orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami oleh para salik. Al-Syadzili
menawarkan tasawuf
posotif yang ideal dalam arti bahwa di samping berupaya mencari ‘langit’(berusaha untuk bekalan akhirat),juga
harus beraktivitas dalam realitas sosial di ‘bumi’ ini. Beraktivitas sosial
demi kemaslahatan umat adalah bagian
integral dari hasil kontemplasi.
f.
Tasawuf adalah latihan-latihan jiwa
dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Tasawuf memiliki empat aspek penting,
yakni berakhlakdengan akhlak Allah SWT. Senantiasa
melakukan perintah-perintah-nya, dapat menguasai hawa nafsu serta berupaya
selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sungguh-sungguh (sentiasa berzikir setiat detik didalam mengingati Allah
SWT.
g.
Dalam kaitannya dengan al-Ma’rifah
(gsonis), Al-Syadzili
berpendapat bahwa ma’rifah adalah salah satu tujuan ahli tarekat atau tasawuf
yang dapat diperoleh dengan dua jalan.
1.
Pertama,
adalah mawahib atau ‘ain al-jud(sumber kemurahan Tuhan) yaitu
tuhan memberikannya dengan tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang
yang akan diberikan anugerah tersebut.
2.
Kedua,
adalah makasib atau badzu al-Majhud yaitu ma’rifah akan dapat
diperoleh melalui usaha keras, melalui al-riyadhah, mulazamah al-dzikri,
mulazamah al-wudlu, puasa, shalat sunnah dan amal saleh lainnya.
2.2.4
Ajaran Hizib
(Doa dan Zikir) Tarekat Syaziliyah
Hizib yang diajarkan
Tarekat Syadziliyah di Tulungagung, jumlahnya cukup banyak dan setiap murid
tidak menerima hizib yang sama karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi
ruhiyah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid.[2]
Adapun hizib-hizib tersebut antara lain adalah: hizb al-Asyfa’, hizb
al-kafi atau al-autad, hizb al-bahr, hizb al-baladiyah atau al-birhatiyah,
hizb al-barr, hizb an-nasr, hizb al-mubarak, hizb al-salamah, hizb al-nur danhizb
al-hujb. Hizib-hizib tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang,
kecuali telah mendapatkan izin atau ijazah dari mursyid atau seorang murid yang
ditunjuk oleh mursyid untuk mengijazahkannya.
2.3
Tarekat Khalawatiyyah
2.3.1
Sejarah Tarekat
Khalwatiyah
Tarekat
Khalwatiyah adalah nama sebuah aliran tarekat yang berkembang dimesir pada
umumnya, nama sebuah tarekat diambil dari nama sang pendiri tarekat
bersangkutan seperti qodariyah dan syekh abdul qadir Al-Jailani, atau
Naqsyabandiyah dari Baha Uddin Naqsyabandiyah. Tap tarekat Khalwatiyah justru
diambil dari kata khalawat yang
artinya menyendiri untuk merenung. Diambilnya nama ini dikarenakan seringnya
Syekh Muhammad Al-Khalwati, pendiri tarekat Khalwatiyah, melakukan khalawat
ditempat-tempat sepi.
Tarekat
Khalwatiyah berkembang secara luas dimesir. Ia dibawa oleh Mustaf a Al-Bakri (lengkapnya Mustafa bin
Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi), seorang penyair sufi asal Damaskus,
Syria. Ia mengambil tarekat tersebut dari gurunya yang bernama Syeikh Abdul
Latif bin Syeikh Husamuddin al-Halabi. Karena pesatnya perkembangan tarekat ini
dimesir, tak heran jika Mustafa al-Bakri dianggap sebagai pemikir Khalwatiyah
oleh para pengikutnya.
2.3.2
Ajaran dan
Dzikir Tarekat Khalwatiyah
Dalam
tarekat Khalwatiyah dikenal adanya sebuah amalan yang disebut Al-Asma’
As-Sab’ah (Tujuh Nama). Yakni tujuh macam dzikir dan tujuh tingkatan jiwa yang
harus dibaca oleh setiap salik.
a.
Dzikir Pertama,
Adalah
la ilaaha illallah ( pengakuan bahwa tiada tuhan selain Allah). Dzikir pada
tingkatan jiwa pertama ini disebut an-Nafs al-Amaroh (nafsu yang bermuara pada
keburukan dan amarah). Jiwa ini dianggap sebagai jiwa yang paling kotor dan
selalu menyuruh pemiliknya untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiat atau
buruk, seperti mencuri, berzina, membunuh, dan lain-lain.
b.
Dzikir Kedua
Adalah
Allah. Pada tingkatan jiwa kedua ini disebut an-Nafs al-Lawwamah (jiwa yang
menegur). Jiwa ini dianggap sebagai jiwa yang sudah bersih dan selalu menyuruh
kebaikan-kebaikan pada pemiliknya dan menegurnya jika ada keinginan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan buruk
c.
Dzikir Ketiga
Adalah,
Huwa (Dia), dzikir pada tingkatan ini disebut an-Nafs al-Mulhamah (jiwa yang
terilhami). Jiwa ini dianggap yang bersih dan telah diilhami oleh Allah SWT,
sehingga bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
d.
Dzikir Keempat
Adalah
Haq (maha benar) tingkatan jiwa ini disebut an-Nafs al-Muthmainnah (jiwa yang
tenang). Jiwa ini selain bersih jiga dianggap tenang dalam menghadapi segala
masalah hidup ataupun guncangan jiwa lainnya.
e.
Dzikir Kelima
Adalah
Hay (maha hidup) disebut jiga Dzikir an-Nfs as-Radhiyah ( juwa yang ridho).
Jiwa ini semakin bersih, tenang dan ridho (rela) terhadap apa yang menimpa
pemiliknya, karena semua berasal dari a pemberian Allah juga
f.
Dzikir Keenam
Adalah
Qoyyum (maha jaga) tingkatan jiwa in disebut juga an-Nafs Mardhiyyah (jiwa yang
diridhoi) selain jiwa ini semakin bersih, tenang, ridho terhadap semua
pemberian Allah juga mendapatkan mendapatkan keridhoan-Nya.
g.
Dzikir Ktujuh
Adalah Qohhar
(maha perkasa), jiwa ini disebut juga
an-Nafs al-Kamilah (jiwa yang sempurna) dan inlah jiwa yang terakhir atau
puncak jiwa yang paling sempurna dan akan terus mengalami kesempurnaan selama
hidup dari pemiliknya.
Ketujuh tingkatan dzikir jiwa ini intinya didasarkan
kepada ayat al-Qur’an. Tingkatan pertama didasarkan pada surat Yusuf ayat 53:
“sesungguhnya jiwa itu selalu menyuruh kepada keburukan”.
Tingkatan kedua dari surat al-Qiyamah ayat 2: ‘dan
aku tidak bersumpah dengan jiwa yang menegur”.
Tingkatan ketiga dari surat as-syams ayat 7: “ demi
jiwa dan yang menyempurnakannya. Allah mengilhami jiwa tersebut kejahatan dan
ketakwaannya.”
Tingkatan keempat dari surat al-Fajr ayat 27: “
wahai jiwa yang tenang”.
Tingkatan kelima dan keenam dari surat al-Fajr 28:
“kembalilah kepada tuhanmu dengan keridhoan yang diridhoi.”
Dan untuk tingkatan yang ketujuh yang sudah
sempurna, atau yang berada diatas semua jiwa, secara eksplisit tidak ada dalam
al-Qur’an, Karen al-Qur’an seluruhnya merupakan kesempurnaan dari semua dzikir
dan jiwa pemiliknya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tarekat
adalah
Qadiriyah
adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abdul Qaddri
Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syaikh Abd. al-Qadir al-Ghawsts atau quthb
al-auliya. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah
spiritualitas Islam kerana tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi
tarekat, tetapi juga cikal bakal muncul berbagai cabang tarekat di dunia Islam.
Tarekat Syadziliyah adalah salah satu tarekat
yang besar di samping Tarekat
Qadiriyah,
Rifaiyah, Naqsyabandiah dan Suhrawardiyah. Tarekat Syadziliyah
adalah tarekat yang paling layakdisejajarkan dengan Tarekat Qadiriyah dalam hal
penyebarannya. Ibn Ataillah mengemukan bahwa Al-Syadzili adalah orang yang ditetapkan
oleh Allah SWT. sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW.
Al-Syadzili
tidak menuliskan ajaran-ajarannya dalam sebuah kitab karya tulis. Diantara
sebab-sebabnya adalah karena kesibukannya melakukan pengajaran-pengajaran
terhadap murid-muridnya yang sangat banyak dan sesungguhnya ilmu-ilmu tarekat
itu adalah ilmu hakikat,
oleh karena itulah akal manusia tidak mampu menerimanya. Ajaran-ajarannya dapat
diketahui dari para muridnya misalnya tulisan Ibn Ataillah Al-Iskandari.
Berdasarkan
ajaran yang diturunkan al-Syadzili kepada para muridnya, kemudian terbentuk tarekat yang dinisbahkan
kepadanya, yaitu Tarekat Syadziliyah.
Tarekat ini berkembang dengan pesat antara lain di Tunisia, Mesir,Al-Jazair, Sudan, Suriah dan semenanjung
Arabia, Juga di Indonesia (khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jika
tarekat ini dinisbahkan dan merupakan manifestasi dari ajaran al-Syadzili,maka
ia dapat dipahami bahwa tarekat ini mewarisi dua tradisi sekaligus, yaitu
tradisi Baghdad dan Maghribi. Mewarisi tradisi Baghdad kerana al-Syadizili
pernah mengadakan lawatan spiritual
ke Baghdad untuk mencari Syaikh dan Qutb dan kemudian bertemu Syeikh al-Wasithi. Sementara
dikatakan mewarisi tradisi Maghribi, sudah jelas karena tarekat ini berasal
dari daerah Maghribi dan
guru-guru al-Syadzili juga berasal dari daerah Maghribi.
Sepeninggal
As-Syadzili,
kepimpinan tarekat ini diteruskan oleh Abu al-Abbas al-Mursi yang ditunjuk
langsung oleh al-Syadzili. Ia merupakan murid kepada al-Syadzili. Nama
lengkapnya adalah ahmad ibn Umar ibn Ali al-Ansori al-Mursi, terlahir di
Murcia, Spanyol pada 616H/1219M, dan meninggal pada 686 H/ 1287 M di
Alexandria. Di kota kelahirannya itu, juga lahir sufi dan ulama terkenal Ibn
al-Arabi dan Ibn Sab’in.
Diantara
murid-muridnya adalah al-Busyiri (wafat 649 H /1295 M) penyair Mesir yang
berasal dari Barber, yang amat terkenal dengan dua syairnya berupa puji-pujian
kepada Nabi Muhammad yakni al-Burdah (syair jubah) dan Hamziyyah. Muridnya yang
lain adalah Syeikh Najm
al-din al-Isfahani (Wafat 721 H/1321 M) murid Al-Mursi
berkebangsaan Persia yang lama menetap di Makkah dan menyebarkan ajaran Syadziliyah
kepada jemaah haji. Termasuk murid Mursi ialah Ibn Ataillah (wafat 70H/ 1309M)
guru ketiga yang terkemuka dari rantai silsilah tarekat ini. Ia merupakan Syeikh
pertama yang menuliskan ajaran, pesan-pesan serta doa-doa Al-Syadzili dan Al-Mursi.
LAMPIRAN
Daftar kata
1.
Derivasi : derivasi
adalah adalah proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru
(menghasilkan kata-kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda); Pembentukan
derivasi bersifat tidak dapat diramalkan. Konsep derivasi berkaitan dengan
kaidah sintaktik, tidak otomatis, tidak sistematik, bersifat optional/sporadis,
serta mengubah identitas leksikal.
2.
Abstaksi logis : proses atau perbuatan memisahkan, penyusunan abstrak, Psi keadaan linglung, metode untuk
mendapatkan kepastian hukum atau pengertian melalui penyaringan terhadap gejala
atau peristiwa sesuai dengan logika, benar menurut penalaran danmasuk akal.
3.
Pas-I
anfas : yakni
mengatur nafas sedemikian rupan sehingga dalam proses menarik dan menghembuskan
nafas.
4.
Martin
van buinessen : adalah antropolog, orientalis, dan pengarang Belanda, yang telah
menerbitkan sejumlah tulisan berkaitan dengan orang Kurdi, Turki, Indonesia, Iran, Zaza, dan juga Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar