Kamis, 18 September 2014

TAREKAT QODARIYAH , TAREKAT SYADZILIYAH DAN TAREKAT KHALAWATIYAH ( AHLAK TASAWUF )




BAB    I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan) serta menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah, menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin, melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya, meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia, melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah, yang semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah) maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Namun mursyid dalam tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT.
Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tasawuf dapat dipraktekkan dalam setiap keadaaan di mana manusia menemukan dirinya, dalam kehidupan tradisional maupun modern. Tarekat adalah salah satu wujud nyata dari tasawuf. Ia lebih bercorak tuntunan hidup praktis sehari-hari daripada corak konseptual yang filosofis. Jika salah satu tujuan tasawuf adalah al-Wushul ila Allah SWT (sampai kepada Allah) dalam arti ma’rifat, maka tarekat adalah metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan tasawuf tersebut.
Tarekat berarti jalan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri, atau perjalanan yana ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Orang yang bertarekat harus dibimbing oleh guru yang disebut mursyid (pembimbing) atau Syaikh. Syaikh atau mursyid inilah yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah serta rohaniah dan pergaulan sehari-hari. Bahkan ia menjadi perantara (washilah) antara murid dan Tuhan dalam beribadah.
Karena itu, seorang Syaikh haruslah sempurna dalam ilmu syariat dan hakekat. Di samping itu, untuk (dapat) wenjadi guru, ustadz atau Syaikh diperlukan syarat- syarat tertentu yang mencerminkan sikap orang tua yang berpribadi akhlak karimah dan budi pekerti yang luhur.
1.2  Rumusan Masalah
Tarekat yang berkembang di Indonesia khusus nya banyak sekali tapi penulis member batasan masalah hanya sebatas Tarekat Qodariyah , Tarekat Syadziliyah Dan Tarekat Khalawatiyah saja, adapun yang akan dibahas dalam makalah ini ialah:
1.      Bagai mana sejarah munculnya Tarekat Qodariyah , Tarekat Syadziliyah Dan Tarekat Khalawatiyah?
2.      Siapa sajakah tokoh-tokoh dari aliran Tarekat Qodariyah , Tarekat Syadziliyah Dan Tarekat Khalawatiyah?
3.      Apa saja ajaran yang diajarkan/ dikembangkan dalam Tarekat Qodariyah , Tarekat Syadziliyah Dan Tarekat Khalawatiyah?
1.3  Tujuan
Dengan membehas sejarah, nama-nama tokoh, serta mengetahui ajaran yang dikembangkan dalam Tarekat Qodariyah, Tarekat Syadziliyah Dan Tarekat Khalawatiyah masing-masing, kita dapat membedakan atau membandingkannya, sehingga diharapkan dapat menjadikan acuan agar lebih focus dalam beribadah kita, terutama dalam bidang tasawuf.

BAB    II
TAREKAT QODARIYAH , TAREKAT SYADZILIYAH DAN TAREKAT KHALAWATIYAH

2.1  Tarekat Qodariyah
2.1.1        Sejarah Lahirnya Tarekat Qodariyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abdul Qaddri Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syaikh Abd. al-Qadir al-Ghawsts atau quthb al-auliya. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam kerana tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal muncul berbagai cabang tarekat di dunia Islam. Kendati struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah beberapa dekade setelah kematiannya, semasa hidup sang Syaikh telah memberikan pengaroh yang amat besar pada pemikiran dan sikap umat Islam. Dia dipandang sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan spiritual. Namun generasi selanjutnya mengembangkan sekian banyak lagenda yang berkisar pada aktivitas spiritualnya, sehingga muncul berbagai kisah ajaib tentang dirinya.
Konstribusinya terhadap tradisi spiritualitas dalam Islam memang amat besar karena Syaikh Abdul Qadir yang pertama kali mendirikan gerakan spiritual yang bersifat masif dan terorganisasi dengan baik. Sebelum Syaikh Abd Qadir, Spiritualitas bersifat individu dan belum tersturktur, di samping itu, beberapa pendiri tarekat seperti Khawjah Muin al-Din al-Khisi dan Syaikh Najib al-din Abd al-Qahir Suhrawardi terpengaruh oleh ajaran-ajarannya dan ungkapan para sahabatnya.
Di Indonesia Tarekat Qadiriyah berkembang dengan baik, bahkan bercabang seperti Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dipelopori oleh syeikh Sambas dan sampai sekarang tarekat inilah yang lebih yang lebih populer dibandingkan dengan Tarekat Qadiriyah itu sendiri. Kini,  Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, yang cukup terkenal adalah tarekat yang dipimpin oleh Abah Anom di Tasikmalaya. Abah Anom mengembangkan tarekat ini di sampng untuk membersikan diri juga untuk menyembukan para pecandu narkoba.
2.1.2        Ajaran dan Praktik Tarekat Qodariyah
1.      Aspek Ajaran
Pada dasarnya ajaran syaikh Abd al-Qadir tidak ada perbedaan yang mendasa dengan ajaran pokok Islam, terutama golongan Ahlusunnnah Wal jamaah. Sebab, Syeikh Abdul Qadir adalah sangat menghargai pendiri mazhab-mazhab fikihyang empat dan eologi Asy’ariyah. Dia sangat menekankan pada tauhid dan akhlak yang terpuji. Menurt al-Sya’rani bahwa bentuk karakter Tarekat Syaikh Abd Qadir Jilani adalah tauhid, sedangkan pelaksanaannya tetap menempuh jalur syariat lahir dan batin. Syaikh berkata kepada para sahabatnya, “kalian jangan berbuat bid’ah. Taatlah kalian, jangan menyimpang”. Ucapannya yang lain: “jika padamua berlaku sesuatu yang telah menimpang dari batas-batas syariat, ketahuilah bahwa kalian dilanda fitnah, syetan telah mempermainkanmu. Maka kembalilah kepada hukum syariat dan berpeganglah, tinggalkan hawa nafsu, karena segalah sesuatu yang tidak dibenarkan syariat adalah batil.
Adapun ajaran spiritual Syaikh Abd Qarid berakar pada konsep tentang dan pengalamannya akan Tuhan. Baginya, Tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun abstrajsu logis, melainkan merupakan sebuah pribadi yang kehadiran-Nya merengkh seluruh pengalaman etis, intelektual, dan estesis seorang manusia. Ia selalu merasakan bahwa Tuhan senantiasa hadir. Kesadaran akan kehadiran Tuhan di segenap ufuk kehidupan merupakan tuntutan dan motif bagi kebangunan hidup yang aktif sekaligus memberikan nilai transeden pada kehidupan. Nasihat Rasulullah dalam hadis, “sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa ia melihatmua,” merupakan semboyan, yang diterjemahkan dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Ajaran Syaikh Abd Qadir selalu menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu, dia memberikan beberapa peunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tertinggi. Adapun beberapa ajarar tersebut adalah:
                                                             a.      Taubat
                                                            b.      Zuhud
                                                             c.      Tawakal
                                                            d.      Syukur
                                                             e.      Ridha
                                                             f.      Jujur
2.      Aspek Praktik/Praktis
Di antara praktik spiritual yang diadopsi oleh Tarekat Qadiriyah adalah zikir (terutama melantunkan asma Allah berulang-ulan). Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai tindakan penekanan dan intensitas. Ada zikir yang terdiri atas satu, dua, tiga dan empat. Zikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan mengulang-ulang asma Allah melalui tarikan napas panjang yan kua, seakan dihela dari tempat yang tinggi, diikuti penekanan dari jantung dan tenggorakan, kemudian dihentikan sehingga napas kembali normal. Hal ini haru diulang secara konsisten untuk waktu yang lama.
Setelah melakukan zikir, tarekat menganjurkan untuk melakukan apa yang disebut sebagai pas-i anfas, yakni mengatur napas sedemikian rupa sehingga dalam proses menarik dan menghembuskan napas, asma Allah bersirkulasi dalam tubuh secara otomatis. Kemudian, ini diikuti dengan muraqabah atau kentemplasi. Dianjurkan untuk berkonsentrasi pada sejumlah ayat al-Quran atau pun sifat-sifat ilahiah tertentu hingga sungguh-sungguh terserap ke dalam kontemplasi.
Membaca zikir atau wirid asma Allah merupakan cara dalam pembersihan untuk mencapai sifat Allah, yakni bersifat dengan sifat-sifatnya yang mulia sehingga mencapai derajat insan kamil
2.1.3        Proses darivasi Tarekat Qodariyah
Menurut Trimingham sebagaimana dikutip oleh Martin van Buinessen, mengatakan bahwa sekitar tahun 1300 Tarekat Qadiriyah sudah mapan di Irak dan Suriah, tetapi masih kecil belum disebarluaskan ke luar wilayah ini. Baru satu abad kemudian tarekat ini masuk ke anak benua India untuk pertama kalinya dan baru mulai berkembang menjelang akhir abad ke 15. Pada masa yang sama, tarekat ini juga mulai berkembang di Afrika Utara. Sekitar tahun 1550, tarekat ini dibawa ke Afrika Timur. Di Turki Tarekat Qadiriyah baru masuk awal abad ke 17, dan kemudian berkembang setelah abad tersebut. Tokoh besarnya Isma’il Rumi (wafat 1643) mendirikan tidak kurang dari 40. Beberapa dasawarsa kemudian, Tarekat Qadiriyah sudah tersebar di seluruh Asia Kecil dan Eropah Timur.
Proses masuknya Tarekat Qadiriyah ke Indonesia dikisahkan lewat penyair besar Hamzah Fansuri. Ia mendapatkan khilafah (ijazah untuk mengajar) ilmu Syaikh Abd Qadir ketika bermukim di Ayuthia, ibu kota Muangthai (orang Persia dan India menamakannya, dalam bahasa Parsi, Syahr-i Naw, “Kota Baru”). Hal ini dapat dibuktikan adanya bait yang berbunyi
Hamzah nin asalnya Fansur
mendapat wujud di tanah Syahr Nawi
beroleh khilafat yang asli
daripada Abdul Qadir Jilani.
Namun, ada pendapat lain bahwa Hamzah Fansuri mendapatkan khilafat di Baghdad, tetapi yang pasti beliau adalah orang Indonesia pertama yang menganut Tarekat Qadiriah dan Qadiriyah adalah tarekat pertama yang disebut dalam sumber-sumber pribumi. Pada waktu itu, beliau berziarah ke makan Syaikh Abd al-Qadir Jilani. Hal itu bisa dilihat dalam syair berikut:
Syeikh al-Fansuri terlalu ‘ali
Beroleh kilafar di benua baghdad
Indikasi bahwa Tarekat Qadiriyah bertahan di Ache setelah Hamzah, sekitar tahun 1645, Syeikh Yusuf Makassar singgah di Aceh dalam perjalanannya di Sulawesi ke Makkah dan ia masuk Tarekat Qadiriyah di sana, seperti yang ditulisnya dalam Risalah Safinah al-Najat.
Namus sebenarnya pengaruh Tarekat Qadiriyah sudah sejak lama di Jawa sebelum Hamzah Fansur walaupun kita tidak mempunyai Informasi yang tepat, menurut tradisi rakyat daerah Cirebon, Syaikh Abd al-Qadir Jilani sendiri pernah datang ke Jawa, bahkan orang dapat menunjukkan makamnya.
Juga terdapat indikasi lain bahwa pengaruh Qadiriyah ada ni Banten  dengan adanya pembacaan kitab-kitab Manaqib Syaikh Abd Qadir Jilani pada kesempatan tertentu yang sudah sejak lama menjadi bagian dari kehidupan beragama di sana.

3         

2.2            Tarekat Syadziliyah
2.2.1        Sejarah lahirnya Tarekat Syaziliyah
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya dengan pendirinya, yakni Abu al-Hasan al-Syadzili. Selanjutnya nama tarekat ini dinisbahkan kepada namanya Syadziliyah yang mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan tarekat-tarekat yang lain.
Secara lengkap nama pendirinya adalah Ali bin Abdullah bin Abd. Al-Jabbar Abu al-Hasan al-Syadzili. Silsilah keturunannya mempunyai hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan dengan demikian berarti juga keturunan Siti Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad SAW.
Menurut Ibn Athaillah, Ada Perbedaan pendapat nasab al-Hasan al-Syadzili. Murid-murid dan para pencintanya menasabkannya kepada orang-orang yang terhormat dan menyatukannya nasabnya kepada al-Hasan bin Abi Talib, meskipun mereka masih berbeda pendapat tentang nama nenek moyangnya apakah Hasan atau Husain? ada yang menasabkannya bukan kepada Hasan. Al-Jami’ misalnya, menasabkan al-Syadzili kepada al-Husain bin Ali bin Abi Thalib dan bukan kepada Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Pendidikannya dimul[1]ai dari kedua orang tuanya, dan kemudian dilanjutkan ke pendidikan lebih lanjut, yang mana di antara guru kerohaniannyaadalah ulama besarAbd. Al-Salam bin Masyisi (wafat 628 H/1228M) yang juga dikenal sebagai “Quthb dari Quthb para Wali “. Atas nasihatnyalah As-Syadzili meninggalkan Fez menuju ke Tunisia. Di daerah yangbaru itu ia banyak bertemu dan bertukar pikiran dengan para ulama dan para sufi. Dan tanpa di duganyamasyarakat menyambutnya dengan sambutan yang luar biasa. Namun kemudian As-Syadzili pergi ke pergunungan Zaghwan dengan ditemani oleh Abdullah bin Salamah al-Habibi dan berkhalwat di sini.
Setelah dilakukan perlatihan spiritual, berkhalwat di Jabal Zaghwan itu, ia mendapat perintah dalam sebuah penglihatan spiritual untuk mengajarkan Tasawuf. Ia kemudian kembali lagi kemasyarakat dan menyampaikan dakwah membangun sebuah Zawiyah di tunisia pada 625 H/ 1228M.

2.2.2        Perkembangan dan Ajaran Serta Cabang Tarekat Syaziliyah
Berdasarkan ajaran yang diturunkan al-Syadzili kepada para muridnya, kemudian terbentuk tarekat yang dinisbahkan kepadanya, yaitu Tarekat Syadziliyah. Tarekat ini berkembang dengan pesat antara lain di Tunisia, Mesir,Al-Jazair, Sudan, Suriah dan semenanjung Arabia, Juga di Indonesia (khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jika tarekat ini dinisbahkan dan merupakan manifestasi dari ajaran al-Syadzili,maka ia dapat dipahami bahwa tarekat ini mewarisi dua tradisi sekaligus, yaitu tradisi Baghdad dan Maghribi. Mewarisi tradisi Baghdad kerana al-Syadizili pernah mengadakan lawatan spiritual ke Baghdad untuk mencari Syaikh dan Qutb dan kemudian bertemu Syeikh al-Wasithi. Sementara dikatakan mewarisi tradisi Maghribi, sudah jelas karena tarekat ini berasal dari daerah Maghribi dan guru-guru al-Syadzili juga berasal dari daerah Maghribi.
Sepeninggal As-Syadzili, kepimpinan tarekat ini diteruskan oleh Abu al-Abbas al-Mursi yang ditunjuk langsung oleh al-Syadzili. Ia merupakan murid kepada al-Syadzili. Nama lengkapnya adalah ahmad ibn Umar ibn Ali al-Ansori al-Mursi, terlahir di Murcia, Spanyol pada 616H/1219M, dan meninggal pada 686 H/ 1287 M di Alexandria. Di kota kelahirannya itu, juga lahir sufi dan ulama terkenal Ibn al-Arabi dan Ibn Sab’in.
Diantara murid-muridnya adalah al-Busyiri (wafat 649 H /1295 M) penyair Mesir yang berasal dari Barber, yang amat terkenal dengan dua syairnya berupa puji-pujian kepada Nabi Muhammad yakni al-Burdah (syair jubah) dan Hamziyyah. Muridnya yang lain adalah Syeikh Najm al-din al-Isfahani (Wafat 721 H/1321 M) murid Al-Mursi  berkebangsaan Persia yang lama menetap di Makkah dan menyebarkan ajaran Syadziliyah kepada jemaah haji. Termasuk murid Mursi ialah Ibn Ataillah (wafat 70H/ 1309M) guru ketiga yang terkemuka dari rantai silsilah tarekat ini. Ia merupakan Syeikh pertama yang menuliskan ajaran, pesan-pesan serta doa-doa Al-Syadzili dan Al-Mursi.
2.2.3        Pandangan Hidup Pemikiran Pendiri Tarekat Syaziliyah
Tarekat Syadziliyah adalah salah satu tarekat yang besar di samping Tarekat Qadiriyah, Rifaiyah, Naqsyabandiah dan Suhrawardiyah. Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang paling layakdisejajarkan dengan Tarekat Qadiriyah dalam hal penyebarannya. Ibn Ataillah mengemukan bahwa Al-Syadzili adalah orang yang ditetapkan oleh Allah SWT. sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW.
Al-Syadzili tidak menuliskan ajaran-ajarannya dalam sebuah kitab karya tulis. Diantara sebab-sebabnya adalah karena kesibukannya melakukan pengajaran-pengajaran terhadap murid-muridnya yang sangat banyak dan sesungguhnya ilmu-ilmu tarekat itu adalah ilmu hakikat, oleh karena itulah akal manusia tidak mampu menerimanya. Ajaran-ajarannya dapat diketahui dari para muridnya misalnya tulisan Ibn Ataillah Al-Iskandari. Ketika Al-Syadzili ditanya perihal mengapa ia tak mau menuliskan ajaran-ajarannya, maka ia menjawab, “Kutubi Ashabi” yang artinya kitab-kitabku adalah sahabat-sahabtku”.
Ini pemikiran-pemikiran tarekat-tarekat Al-Syadziliyah:
a.       Tidak menganjurkan kepada murid-muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan dan kendaraan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT. dan mengenal rahmat ilahi. Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur, dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
b.      Tidak mengabaikan dalam  menjalankan syariat Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawwuf hampir searah dengan al-Ghazali, yakni suatu tasawwuf yang berlandaskan kepada al-Quran dan al-Sunnah, mengarah pada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan pembinaan moral (akhlaq), suatu tasawuf yang dinilai cukup moderat.
c.       Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. Semua itu hanyalahpermainan (alaab)dan senda gurau (al-lahw) yang akan melupakan Allah. Dunia yang semacam inilah yang dibenci para sufi.
d.      Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimilikinya. Seorang salik boleh tetap mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia, tiada kesedihan ketika harta hilang dan tiada kesenangan berlebihan ketika harta datang. Sejalan dengan itu pula, seorang salik tidak harus memakai baju lusuh yang tidak berharga, yang akhirnya hanya akan menjatuhkan martababtnya. Dankonon dengan konsepnya ini, banyak kalangan usahawan-usahawan tertarik menjadi pengikut ajaran Al-Syadzili.
e.       Berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan ummat, berusaha menjambatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami oleh para salik. Al-Syadzili menawarkan tasawuf posotif yang ideal dalam arti bahwa di samping berupaya mencari ‘langit’(berusaha untuk bekalan akhirat),juga harus beraktivitas dalam realitas sosial di ‘bumi’ ini. Beraktivitas sosial demi kemaslahatan umat adalah bagian integral dari hasil kontemplasi.
f.       Tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Tasawuf memiliki empat aspek penting, yakni berakhlakdengan akhlak Allah SWT. Senantiasa melakukan perintah-perintah-nya, dapat menguasai hawa nafsu serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sungguh-sungguh (sentiasa berzikir setiat detik didalam mengingati Allah SWT.
g.      Dalam kaitannya dengan al-Ma’rifah (gsonis), Al-Syadzili berpendapat bahwa ma’rifah adalah salah satu tujuan ahli tarekat atau tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan.
1.      Pertama, adalah mawahib atau ‘ain al-jud(sumber kemurahan Tuhan) yaitu tuhan memberikannya dengan tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberikan anugerah tersebut.
2.      Kedua, adalah makasib atau badzu al-Majhud yaitu ma’rifah akan dapat diperoleh melalui usaha keras, melalui al-riyadhah, mulazamah al-dzikri, mulazamah al-wudlu, puasa, shalat sunnah dan amal saleh lainnya.
2.2.4        Ajaran Hizib (Doa dan Zikir) Tarekat Syaziliyah
Hizib yang diajarkan Tarekat Syadziliyah di Tulungagung, jumlahnya cukup banyak dan setiap murid tidak menerima hizib yang sama karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruhiyah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid.[2] Adapun hizib-hizib tersebut antara lain adalah: hizb al-Asyfa’, hizb al-kafi atau al-autad, hizb al-bahr, hizb al-baladiyah atau al-birhatiyah, hizb al-barr, hizb an-nasr, hizb al-mubarak, hizb al-salamah, hizb al-nur danhizb al-hujb. Hizib-hizib tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali telah mendapatkan izin atau ijazah dari mursyid atau seorang murid yang ditunjuk oleh mursyid untuk mengijazahkannya.

2.3     Tarekat Khalawatiyyah
2.3.1        Sejarah Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Khalwatiyah adalah nama sebuah aliran tarekat yang berkembang dimesir pada umumnya, nama sebuah tarekat diambil dari nama sang pendiri tarekat bersangkutan seperti qodariyah dan syekh abdul qadir Al-Jailani, atau Naqsyabandiyah dari Baha Uddin Naqsyabandiyah. Tap tarekat Khalwatiyah justru diambil dari kata khalawat yang artinya menyendiri untuk merenung. Diambilnya nama ini dikarenakan seringnya Syekh Muhammad Al-Khalwati, pendiri tarekat Khalwatiyah, melakukan khalawat ditempat-tempat sepi.
Tarekat Khalwatiyah berkembang secara luas dimesir. Ia dibawa oleh Mustaf         a Al-Bakri (lengkapnya Mustafa bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi), seorang penyair sufi asal Damaskus, Syria. Ia mengambil tarekat tersebut dari gurunya yang bernama Syeikh Abdul Latif bin Syeikh Husamuddin al-Halabi. Karena pesatnya perkembangan tarekat ini dimesir, tak heran jika Mustafa al-Bakri dianggap sebagai pemikir Khalwatiyah oleh para pengikutnya.
2.3.2        Ajaran dan Dzikir Tarekat Khalwatiyah
Dalam tarekat Khalwatiyah dikenal adanya sebuah amalan yang disebut Al-Asma’ As-Sab’ah (Tujuh Nama). Yakni tujuh macam dzikir dan tujuh tingkatan jiwa yang harus dibaca oleh setiap salik.
a.       Dzikir Pertama,
Adalah la ilaaha illallah ( pengakuan bahwa tiada tuhan selain Allah). Dzikir pada tingkatan jiwa pertama ini disebut an-Nafs al-Amaroh (nafsu yang bermuara pada keburukan dan amarah). Jiwa ini dianggap sebagai jiwa yang paling kotor dan selalu menyuruh pemiliknya untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiat atau buruk, seperti mencuri, berzina, membunuh, dan lain-lain.
b.      Dzikir Kedua
Adalah Allah. Pada tingkatan jiwa kedua ini disebut an-Nafs al-Lawwamah (jiwa yang menegur). Jiwa ini dianggap sebagai jiwa yang sudah bersih dan selalu menyuruh kebaikan-kebaikan pada pemiliknya dan menegurnya jika ada keinginan untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk
c.       Dzikir Ketiga
Adalah, Huwa (Dia), dzikir pada tingkatan ini disebut an-Nafs al-Mulhamah (jiwa yang terilhami). Jiwa ini dianggap yang bersih dan telah diilhami oleh Allah SWT, sehingga bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
d.      Dzikir Keempat
Adalah Haq (maha benar) tingkatan jiwa ini disebut an-Nafs al-Muthmainnah (jiwa yang tenang). Jiwa ini selain bersih jiga dianggap tenang dalam menghadapi segala masalah hidup ataupun guncangan jiwa lainnya.
e.       Dzikir Kelima
Adalah Hay (maha hidup) disebut jiga Dzikir an-Nfs as-Radhiyah ( juwa yang ridho). Jiwa ini semakin bersih, tenang dan ridho (rela) terhadap apa yang menimpa pemiliknya, karena semua berasal dari a pemberian Allah juga
f.       Dzikir Keenam
Adalah Qoyyum (maha jaga) tingkatan jiwa in disebut juga an-Nafs Mardhiyyah (jiwa yang diridhoi) selain jiwa ini semakin bersih, tenang, ridho terhadap semua pemberian Allah juga mendapatkan mendapatkan keridhoan-Nya.
g.      Dzikir Ktujuh
Adalah Qohhar (maha perkasa), jiwa ini  disebut juga an-Nafs al-Kamilah (jiwa yang sempurna) dan inlah jiwa yang terakhir atau puncak jiwa yang paling sempurna dan akan terus mengalami kesempurnaan selama hidup dari pemiliknya.
Ketujuh tingkatan dzikir jiwa ini intinya didasarkan kepada ayat al-Qur’an. Tingkatan pertama didasarkan pada surat Yusuf ayat 53: “sesungguhnya jiwa itu selalu menyuruh kepada keburukan”.
Tingkatan kedua dari surat al-Qiyamah ayat 2: ‘dan aku tidak bersumpah dengan jiwa yang menegur”.
Tingkatan ketiga dari surat as-syams ayat 7: “ demi jiwa dan yang menyempurnakannya. Allah mengilhami jiwa tersebut kejahatan dan ketakwaannya.”
Tingkatan keempat dari surat al-Fajr ayat 27: “ wahai jiwa yang tenang”.
Tingkatan kelima dan keenam dari surat al-Fajr 28: “kembalilah kepada tuhanmu dengan keridhoan yang diridhoi.”
Dan untuk tingkatan yang ketujuh yang sudah sempurna, atau yang berada diatas semua jiwa, secara eksplisit tidak ada dalam al-Qur’an, Karen al-Qur’an seluruhnya merupakan kesempurnaan dari semua dzikir dan jiwa pemiliknya.













BAB    III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan

Tarekat adalah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abdul Qaddri Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syaikh Abd. al-Qadir al-Ghawsts atau quthb al-auliya. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam kerana tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal muncul berbagai cabang tarekat di dunia Islam.
Tarekat Syadziliyah adalah salah satu tarekat yang besar di samping Tarekat Qadiriyah, Rifaiyah, Naqsyabandiah dan Suhrawardiyah. Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang paling layakdisejajarkan dengan Tarekat Qadiriyah dalam hal penyebarannya. Ibn Ataillah mengemukan bahwa Al-Syadzili adalah orang yang ditetapkan oleh Allah SWT. sebagai pewaris Nabi Muhammad SAW.
Al-Syadzili tidak menuliskan ajaran-ajarannya dalam sebuah kitab karya tulis. Diantara sebab-sebabnya adalah karena kesibukannya melakukan pengajaran-pengajaran terhadap murid-muridnya yang sangat banyak dan sesungguhnya ilmu-ilmu tarekat itu adalah ilmu hakikat, oleh karena itulah akal manusia tidak mampu menerimanya. Ajaran-ajarannya dapat diketahui dari para muridnya misalnya tulisan Ibn Ataillah Al-Iskandari.
Berdasarkan ajaran yang diturunkan al-Syadzili kepada para muridnya, kemudian terbentuk tarekat yang dinisbahkan kepadanya, yaitu Tarekat Syadziliyah. Tarekat ini berkembang dengan pesat antara lain di Tunisia, Mesir,Al-Jazair, Sudan, Suriah dan semenanjung Arabia, Juga di Indonesia (khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jika tarekat ini dinisbahkan dan merupakan manifestasi dari ajaran al-Syadzili,maka ia dapat dipahami bahwa tarekat ini mewarisi dua tradisi sekaligus, yaitu tradisi Baghdad dan Maghribi. Mewarisi tradisi Baghdad kerana al-Syadizili pernah mengadakan lawatan spiritual ke Baghdad untuk mencari Syaikh dan Qutb dan kemudian bertemu Syeikh al-Wasithi. Sementara dikatakan mewarisi tradisi Maghribi, sudah jelas karena tarekat ini berasal dari daerah Maghribi dan guru-guru al-Syadzili juga berasal dari daerah Maghribi.
Sepeninggal As-Syadzili, kepimpinan tarekat ini diteruskan oleh Abu al-Abbas al-Mursi yang ditunjuk langsung oleh al-Syadzili. Ia merupakan murid kepada al-Syadzili. Nama lengkapnya adalah ahmad ibn Umar ibn Ali al-Ansori al-Mursi, terlahir di Murcia, Spanyol pada 616H/1219M, dan meninggal pada 686 H/ 1287 M di Alexandria. Di kota kelahirannya itu, juga lahir sufi dan ulama terkenal Ibn al-Arabi dan Ibn Sab’in.
Diantara murid-muridnya adalah al-Busyiri (wafat 649 H /1295 M) penyair Mesir yang berasal dari Barber, yang amat terkenal dengan dua syairnya berupa puji-pujian kepada Nabi Muhammad yakni al-Burdah (syair jubah) dan Hamziyyah. Muridnya yang lain adalah Syeikh Najm al-din al-Isfahani (Wafat 721 H/1321 M) murid Al-Mursi  berkebangsaan Persia yang lama menetap di Makkah dan menyebarkan ajaran Syadziliyah kepada jemaah haji. Termasuk murid Mursi ialah Ibn Ataillah (wafat 70H/ 1309M) guru ketiga yang terkemuka dari rantai silsilah tarekat ini. Ia merupakan Syeikh pertama yang menuliskan ajaran, pesan-pesan serta doa-doa Al-Syadzili dan Al-Mursi.














LAMPIRAN

Daftar kata

1.      Derivasi     : derivasi adalah adalah proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata-kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda); Pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan. Konsep derivasi berkaitan dengan kaidah sintaktik, tidak otomatis, tidak sistematik, bersifat optional/sporadis, serta mengubah identitas leksikal.
2.      Abstaksi logis        : proses atau perbuatan memisahkan, penyusunan abstrak,  Psi keadaan linglung, metode untuk mendapatkan kepastian hukum atau pengertian melalui penyaringan terhadap gejala atau peristiwa sesuai dengan logika, benar menurut penalaran danmasuk akal.
3.      Pas-I anfas                        : yakni mengatur nafas sedemikian rupan sehingga dalam proses menarik dan menghembuskan nafas.
4.     Martin van buinessen        : adalah antropolog, orientalis, dan pengarang Belanda, yang telah menerbitkan sejumlah tulisan berkaitan dengan orang Kurdi, Turki, Indonesia, Iran, Zaza, dan juga Islam.





[1][1] Mohd Ardani, Tarekat Syadziliyah, dalam ibid, hal:65.
[2] Samsul Munir, Tarekat Syadziliyah, dalam ilmu tasawuf, hlm:311.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar